Aku dan Empat Bidadari Reseh

Lirin Kartini
Chapter #22

BAB. 22 - KESEPAKATAN

Sam, Ben, dan Milo duduk mengelilingi mejaku dengan wajah serius. Mereka sama-sama menatap lembar kertas berisi gambar ala kadarnya yang aku buat. Gambar itu berupa sketsa sederhana tentang produk kami setelah mendapat usulan dari Echa kemarin.

Kak Ez yakin mau jualan ini? Ini udah pasaran. Di mal juga banyak. Variannya juga macam-macam. Kalau begini aja, ya mending beli di mal.”

Apa yang Echa katakan itu ada benarnya. Apalagi, setelah kami menghitungnya, harganya hampir sama dengan di luaran. Padahal tujuan kami adalah membuat makanan enak, rasa maksimal, dengan harga minimal. Karena itu, aku mencoba memodifikasinya dan meminta pendapat teman-temanku.

“Jadi, meski pasaran, tapi lo mau bikin sesuatu yang beda dengan bahan yang sama?” Milo menebak.

“Meski harganya sama, tapi ini lebih worth. Bentuk yang lucu biasanya cepat viral di medsos. Gitu, ‘kan, maksudmu?” Ben ikut beropini.

“Iya. Orang-orang sekarang ‘kan cenderung suka yang lucu-lucu, terus di-post di medsos. Harga sama atau mungkin sedikit lebih mahal, nggak masalah buat mereka.” Sam ternyata memahami pemikiranku.

Aku tersenyum dan mengangguk.

“Oke lah! Nanti kita bikin yang kayak gitu.” Milo tampak bersemangat.

Kami berempat lalu keluar kelas hendak ke kantin. Sayangnya, baru saja kakiku mencapai ambang pintu, ada yang berseru, “Hoi, Anak Mami!”

Tanpa menoleh pun aku sudah tahu siapa yang memanggilku. Aku sedang tidak berminat meladeninya dan terus saja berjalan ke arah kantin. Ternyata, meski kami pernah menghabiskan waktu bersama, ah berempat dengan Clara dan Sam, sikap Liam tidak banyak berubah. Dia tetap saja seperti ini.

Tiba-tiba tubuhku terasa diangkat karena Liam mencengkeram kerah belakang seragamku. “Heh, kalau ditanya itu dijawab!” sentaknya kasar.

Aku melepaskan diri dari Liam. Sambil merapikan kembali seragamku, aku mendongak menatapnya. “Namaku Ezra, bukan anak mami,” kataku tegas berusaha untuk berani menghadapi rasa takutku. Kuabaikan isyarat peringatan dari tubuhku yang sedikit bergetar.

“Wah, lo mulai ngelunjak, ya ….” Liam mencondongkan badannya padaku. Matanya menatapku tajam.

“Kalau kamu bisa bicara lebih sopan—"

“Jangan sok ngatur gue!”

Aku dan Liam sudah jadi pusat perhatian di koridor. Sam, Milo, dan Ben tampak terkejut. Anak-anak lain di sekitar juga hanya menonton dan berbisik-bisik. Tidak ada yang berani melerai menunjukkan dominasi Liam sudah mengakar di sekolah ini.

“Liam!” Seruan Clara dari belakang membuat wajah Liam menjauh dariku. “Kamu masih suka bikin ulah, ya,” tambahnya sambil menatap Liam dengan tajam.

Just kidding … as a friend ….” Liam mengangkat bahu.

“Kalau kamu masih kayak gitu, kesepakatan kita batal!” seru Clara kesal. Dia lalu berbalik meninggalkan kami.

“Eh, Cla! Nggak bisa gitu!” Liam segera mengejar Clara diiringi tatapan mata anak-anak lain, termasuk aku.

Lihat selengkapnya