Aku dan Empat Bidadari Reseh

Lirin Kartini
Chapter #23

BAB. 23 - KNOCK! KNOCK!

“Wah, mantap, Ez! Bisa aja lo bikin beginian!” Milo berseru takjub sambil memukul pundakku. Saking semangatnya, pukulan itu membuatku hampir kehilangan keseimbangan.

“Kira-kira dong, Mil, kalau mukul! Ampun dah!” protesku sambil meringis.

“Nggak salah deh, kita sekelompok sama Ezra! Ternyata, dia jago juga urusan dapur!” sahut Ben.

Aku hanya tersenyum mendapat semua tanggapan itu.

“Selain ini, lo bisa bikin apa lagi, Ez?” Sam ikut bertanya.

Aku mengangkat alis. “Macam-macam sih. Sehari-hari aku juga yang siapin semuanya.”

“Oh, iya, ya. Kapan hari yang adikmu cerita itu, ya.” Sam mengangguk-angguk.

“Keren lah! Zaman sekarang tuh no gender-gender club untuk urusan apa pun.” Dua jempol Ben acungkan padaku.

“Gue juga bersih-bersih di apartemen. Kalau nggak, kakak gue bisa ngamuk. Paling cuci piring atau buang sampah. Nyapu mah pakai vacuum robot aja,” timpal Milo lalu tertawa.

“Kalau gitu, kenapa nggak ikut klub memasak aja, Ez? Kan enak bisa deket sama cewek-cewek!”

“Hush!”

“Kalau gue yang masuk sana, pasti langsung dihajar karena bikin rusuh! Atau mungkin bakal jadi pesuruh aja disuruh ini-itu!”

Semua tertawa.

“Eh, jadi, ini udah beres, ‘kan? Kita pakai yang ini?” Sam membawa atensi kami kembali pada tugas yang belum selesai.

Yes! Gue suka yang ini!”

“Setuju!”

“Oke deh, kita fix bikin ini,” kataku yang disambut anggukan mereka.

“Terus, ini boleh dimakan nggak?” Tangan Milo sudah terangkat hendak mencomot camilan di meja.

“Boleh dong!” kata Sam tanpa menunggu jawabanku. Dia langsung mengambil satu dan memakannya. Disusul Milo dan Ben.

“Oh, aku panggil adikku dulu. Jangan dihabisin, Mil!” kataku sebelum berlari keluar dan menaiki tangga.

Sampai di depan kamar Echa, aku langsung membuka pintu tanpa mengetuk. Seketika sebuah bantal melayang dan menghantam mukaku disertai teriakan histeris Echa. Dengan bantal masih menempel di wajah, Echa mendorongku keluar dan menutup pintu dengan keras.

“Apaan sih, Cha? Kamu aja sering nyelonong masuk ke kamarku seenaknya. Dasar!” gerutuku sambil memeluk bantal di depan pintu.

Semenit kemudian, pintu terbuka. Wajah Edith yang tidak kuduga, menyembul sambil berkata, “Sekarang udah boleh masuk.”

Sambil cemberut aku masuk dan langsung mengedarkan pandang. Tidak kulihat Echa di sana, tapi ada pintu kamar mandi yang tertutup. Aku menduga dia ada di sana berganti pakaian, karena di atas tempat tidurnya berserakan beberapa potong pakaian dan juga lemari yang belum tertutup sempurna. Mungkin dia sedang mencoba salah satunya saat aku masuk tadi.

“Kak Ed tumben udah pulang?” tanyaku sambil menyingkirkan baju-baju itu sembarangan lalu merebahkan diri di sana.

Lihat selengkapnya