Aku dan Empat Bidadari Reseh

Lirin Kartini
Chapter #34

BAB. 34 - NGEJAR ATAU DIKEJAR?

Selama beberapa saat aku duduk di lantai depan toilet. Tak kupedulikan orang-orang lewat yang menatapku sambil menyimpan tawa. Untuk sekarang ini, aku mencoba menebalkan muka saja. Bagaimana ke depannya nanti, aku pasrah saja. Memang sudah nasibku seperti ini.

Kemudian terdengar langkah mendekat. Emily dan Eiko sedang berjalan ke arahku dari ujung koridor. Mereka baru saja selesai menuntaskan keadaan darurat di toilet sana.

“Mereka belum selesai, Ez?” tanya Emily sambil menatap pintu hijau di depanku. Wajahnya masih sedikit pucat, tapi sepertinya sudah lebih baik. Demikian pula Eiko yang memberikan senyum lemah padaku.

Belum sempat aku menjawab, pintu bertuliskan toilet pria itu terbuka. Muncullah Edith dan Echa yang terlihat lemas. Di lantai ini memang terdapat dua toilet, di ujung kanan dan kiri yang membedakan toilet pria dan wanita. Hanya saja, masalah ini begitu mendesak, sehingga mereka harus mengabaikan peraturan itu dan aku berjaga di depan agar tidak ada orang lain yang masuk.

“Sudah selesai semua, ‘kan?” tanyaku sambil menatap mereka satu per satu. “Kalau gitu, kita pulang aja.”

“Acaranya ‘kan belum selesai,” protes Edith.

Aku menggelengkan kepala karena frustrasi. Tidak bisakah mereka memahami keadaannya sekarang? Walaupun acara itu belum selesai, aku sudah tidak berminat lagi kembali ke sana. Toh, penampilan Clara pasti sudah selesai. Tidak ada gunanya aku berada di tempat jika hanya mempermalukan diri sendiri.

Di sepanjang perjalanan pun aku memilih diam. Tidak menggubris celotehan mereka yang menganggap betapa lucunya kejadian hari ini. Nekat datang meski dalam keadaan tidak sehat, padahal aku sudah melarangnya. Bagiku itu sama sekali tidak lucu. Karena itu, aku memutuskan untuk mogok bicara. Apa pun yang mereka katakan atau tanyakan, aku tidak ingin menjawabnya.

Terserah mereka, atau mungkin kalian menganggapku seperti anak kecil, merajuk dan ngambek seperti ini. Sejujurnya, secara usia, aku juga belum bisa dibilang dewasa. Aku masih remaja yang mungkin berlebihan dalam menanggapi sesuatu. Namun, coba saja menjadi diriku. Apakah kalian masih bisa mengatakan tidak apa-apa dan baik-baik saja?

Sayangnya, hidup dalam keluarga seperti ini harus siap dengan segala risiko. Kalian tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi. Kalian harus bisa memaklumi bahwa segala yang direncanakan tidak selalu (hampir tidak pernah) berjalan mulus. Termasuk rencanaku mogok bicara.

Echa tiba-tiba saja mengatakan sesuatu yang membuat jantungku melompat karena kaget. “Yang main biola tadi itu Kak Clara, ‘kan, yang Kak Ez suka?”

Rupanya bukan hanya aku saja yang kaget. Yang lain pun ikut kaget. Emily menginjak rem mendadak dan menimbulkan bunyi menjerit akibat gesekan roda yang dihentikan tiba-tiba. Akibatnya dahiku nyaris menghantam sandaran jok Emily. Eiko menoleh dengan mata terbelalak, sementara Edith tersedak menumpahkan air yang baru saja masuk ke mulutnya.

“Echa!” desisnya pada Echa di sampingku.

“Kenapa? Aku ‘kan cuma menyampaikan fakta.” Echa memasang wajah tanpa dosa. Yah, di antara empat saudaraku, baru Edith dan Echa yang mengetahuinya karena kejadian hapus pesan waktu itu.

“Biola?” Eiko menatapku dan Echa.

“Yang mana? Kan ada dua ceweknya.” Emily ikut menoleh ke belakang, tampak penasaran.

Lihat selengkapnya