Aku dan Empat Bidadari Reseh

Lirin Kartini
Chapter #37

BAB. 37 - REVENGE

“Ezra! Tunggu, Ez!” Clara mengejar di belakangku, tapi aku terus berjalan tanpa sekali pun menoleh.

Setelah memergoki empat saudaraku bertindak sesuka hati dan tidak bisa memberi penjelasan yang masuk akal, aku pergi meninggalkan mereka, termasuk Clara yang tadi bersamaku. Aku tahu tindakanku ini salah, apalagi sampai melibatkan Clara yang tidak ada sangkut pautnya. Meninggalkan seorang gadis tanpa penjelasan sama sekali adalah tindakan pengecut.

“Ez, tolong dengerin dulu! Maksud mereka baik, Ez. Kamu nggak seharusnya semarah ini.” Clara masih mengejar dan berusaha menyamai langkahku.

“Terus, aku harus senang? Begitu?!” Tanpa sadar, aku meninggikan suara dan berhenti mendadak. Tatapan kami bertemu.

“Bukan begitu … paling nggak, kamu harus dengerin alasannya.”

“Kamu lihat sendiri tadi, mereka nggak bisa kasih alasan. Kalau pun ada, itu pasti dibuat-buat.” Aku semakin kesal karena Clara tampak membela mereka.

“Aku yakin mereka nggak bermaksud buruk ke kamu, Ez. Kalau aku jadi kamu, aku bakal seneng banget—”

“Oke, fine! Kita tukar posisi aja kalau kamu senang!” potongku cepat dengan napas memburu.

Clara tertegun mendengar kalimat yang meluncur begitu saja dari bibirku. Aku benar-benar hilang akal. Kemarahan sudah menguasaiku dan tidak bisa menyaring ucapanku. Sungguh kekanak-kanakan sekali!

Mungkin terdengar berlebihan hanya karena masalah sepele, aku bisa semurka ini. Namun, ini bukan hanya dilihat dari besar kecilnya masalah, sepele atau tidak. Ini lebih karena suaraku tidak pernah didengar. Aku seperti tidak mempunyai kehidupan sendiri karena mereka yang mengatur semuanya dan ikut campur dalam segala hal.

“Ezra … bukan begitu maksudku. Sori, kalau aku bikin kamu salah paham ….” Clara masih berusaha menenangkanku.

“Cla, ini adalah urusan keluargaku. Tolong … tolong banget, Cla … jangan ikut campur. Oke?”

“Tapi ….”

“Udah, Cla … aku mau pulang. Sori, aku jadi merusak acara kita dan kamu harus lihat aku yang kayak gini.” Aku lalu berbalik tanpa memberi kesempatan gadis itu bicara lagi. Aku juga tidak ingin mendengar apa pun lagi, karena bagiku, semuanya sudah jelas.

Kekesalanku yang sempat menghilang dalam perjalanan, kini mencuat kembali saat aku tiba di depan rumah yang sepi. Aku tertawa melihat pintu rumah toko itu tertutup rapat. Lihat! Hanya karena rencana bodoh ini, mereka sampai rela menutup butik dan kafe. Benar-benar tidak masuk akal!

Mungkin ini adalah puncak dari segala perasaanku yang terpendam. Untuk pertama kalinya aku membiarkan amarah menguasai dan mengendalikanku. Selama ini, aku tidak bisa mengungkapkannya karena mereka adalah saudara kandungku yang sudah merawatku, menggantikan orang tuaku. Aku tidak bisa begitu saja membantah atau melawan mereka hanya karena aku tidak suka. Kalau pun aku mengatakannya, mereka tidak pernah mendengarkan. Namun, kali ini aku benar-benar melakukannya. Entahlah, mungkin aku akan dianggap tidak tahu terima kasih dan bersyukur.

Lihat selengkapnya