Kendaraan berwarna merah tak jauh dari mobil Clara sejak tadi menarik perhatianku. Aku lalu menghampiri mobil yang terlihat familier itu. Kaca jendela yang tidak sepenuhnya menyembunyikan bagian dalamnya, membuatku sangat mudah menebak penumpangnya. Aku mengetuk kaca di sisi pengemudi tiga kali.
Tidak ada jawaban.
Aku ketuk lagi sambil berkata, “Percuma aja pura-pura, aku tahu kok kalian di dalam sana. Ayo, keluar.”
Secara perlahan, kaca jendela itu bergerak turun. Aku tersenyum mendapati Emily, Eiko, Edith, dan Echa di dalamnya dengan pakaian yang … normal. Aku cukup lega melihatnya.
“Kalian ngapain di sini?” tanyaku.
“Ng-nggak ngapa-ngapain kok.” Emily menjawab gugup. “Cuma lihat-lihat aja sambil santai di mobil. Iya, ‘kan?” tanyanya pada penumpang di samping dan belakangnya.
Mereka bertiga mengangguk kompak dan terlihat berusaha keras meyakinkanku. Echa menunjukkan komik di tangannya. Edith seperti membuat vlog dengan mengarahkan kamera ponsel ke sana ke mari sambil bicara tidak jelas. Eiko pura-pura mengecek isi tas mungil di pangkuannya.
“Kenapa? Nggak boleh?” Emily yang tidak melakukan apa-apa bertanya ketus.
Aku tertawa geli. “Boleh banget kok. Di saat-saat kayak gini, aku justru membutuhkan dukungan dan semangat dari kalian. Ayo, keluar. Beri aku tepuk tangan dan teriakan paling keras di sana.”
Mendengar perkataanku, Emily membelalakkan mata. Pun dengan yang lain.
“Jadi, boleh? Kami boleh masuk?” Emily masih berusaha memastikan tidak salah dengar. Ada nada senang saat dia mengatakannya.
“Tentu aja boleh!” Aku mengangguk dan menyuruh mereka turun. Serentak mereka keluar dari mobil dan bernapas lega.
“Akhirnyaaa ….” Edith segera meregangkan tubuhnya.
“Kirain nggak dibolehin sama Kak Ez!” timpal Echa sambil melirikku.
“Padahal tadi aku udah bilang nggak apa-apa, tapi Kak Em kayaknya takut kamu mogok lagi, Ez.” Eiko membeberkan alasan mengapa mereka bersembunyi di sini.
“Ya … habisnya ….” Emily terlihat bingung lalu mengalihkannya dengan berkata, “Ya, udah! Ayo!” Emily berjalan ke arah pintu masuk. “Kok bisa tahu sih kalau kami di sana?”