Aku dan Halusinasiku [Skizofrenia]

Lusia_army
Chapter #3

Senyum Topeng

Kutukan ternyata bisa datang berbagai cara. Dia bahkan bisa datang kapan aja—dalam beberapa hari, dengan wujud berbeda-beda. 

Kutukan pertama : kemarin aku hampir jatuh terjerembap—muka mengenai tanah. Sialnya, orang yang menabrakku pergi tanpa membantu berdiri dan terlambat datang ke kelas. Tidak hanya sekali terlambat, aku sering dateng telat. 

Belum cukup sampai di situ. Aku mendapat nilai minus ditambah wejangan dari sang dosen bermata sipit. Kuliah tidak lagi seperti masa SMA, dimana pelajar terlambat mendapatkan hukuman. Berbeda diperkuliahan, yang ada malahan dapat nilai minus.

Kutukan ketiga : aku lupa membawa buku tugas psikologi sehingga aku nongkrong di perpustakaan untuk mengerjakan. 

“Heran deh, gue ini. Tiap hari sial mulu,” kataku gemas kepada diri sendiri. Risa, sahabatku duduk di depanku—sedang asik memakan kacang kulit. Meski suara riuh suasana kantin sangat menggangu, namun Risa sama sekali tidak terganggu.

“Makanya jangan dibiasain terlambat, anjir,” celutuk Rista mulai membuka suara. “Lagian elo, jadi anak tledor. Nggak ingat waktu, kebiasaan buruk tuh! Harus ditinggalin,” tambah Risa seraya melempar kulit kacang ke arahku.

Aku tidak kesal dengan balasan Risa yang sangat enteng menurutku. Karena memang ucapan Risa ada benernya juga dan itu fakta. Kami jarang berkumpul bersama saat mata kuliah, karena kelas kami berbeda, tentu karena Risa mengambil jurusan ekonomi.

Asal kalian tau, aku tidak punya banyak teman. Hanya punya teman satu, dia Orisa Sativa. Teman sekaligus sahabat dari SMA. Aku jadi ingat perkataan mamaku dulu. Ketika mama bilang, 'Tak apa punya teman sedikit, asal kau bisa percayai.'

Risa memakan kacang kulit yang terakhir, ia mulai membersihkan kulit kacang yang berserakan di meja lalu dimasukan ke dalam plastik, kemudian ia mencondongkan tubuhnya dan memandangku serius. Seperti akan mengatakan sesuatu.

Hm... Aku jadi penasaran.

Risa menoleh ke kanan dan kiri, membaca keadaan kantin, dia berkata, “Btw lo udah tau ada Profesor baru? Pengganti Profesor Zafran lho,” ucap Risa memelankan suaranya. “Denger-denger bagian konseling, wah gila nggak sih.”

Aku sedikit terkejut. “Serius?” tanyaku setengah tidak percaya.

Aku menjadi tertarik dengan berita ini. Yang membuatku tidak menyangka itu posisi Profesor Zafran telah digantikan oleh seseorang. Jujur, setiap kali ada masalah, aku selalu berkonsultasi dengan Profesor Zafran. Karena aku suka cara bicaranya, santai dan enak didengar.

Risa mengangkat tangannya dan mendirikan dua jari, yaitu jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf 'V.' “Duarius malah,” balas Risa dengan ekspresi yakin. “Katanya sih ramah kalau tersenyum, meskipun kadang tampang wajahnya datar. Tapi, kalau sedikit aja narik ujung bibir. Beuhh, senyumannya manis banget bikin cewek klepek-klepek. Cuma ya, nggak pernah nunjukin senyuman asli alies senyuman dia itu fake.”

“Hah?” Aku tidak paham sama sekali. “Tunggu dulu, maksud lo? Gue agak nggak mudeng sumpah,” tuturku meminta penjelasan. Bagiku perkataan Risa terlalu bertele-tele.

Lihat selengkapnya