Aku Dan Kamu Menjadi Kita

dianfafa
Chapter #1

Ijab Qobul

"Saya terima nikah dan kawinnya Kania Putri Maheswari binti Sholihin, dengan mas kawin seperangkat alat salat,Al Qur'an dan uang senilai dua ratus ribu rupiah dibayar tunai," ucap Reza tegas dengan satu tarikan nafas.

Saat mas Reza belum mengucapkan ijab, badan panas dingin, keringat bercucuran, deg-degan, pokoknya campur-campur itu yang aku rasakan. Tapi setelah kata sah terucap dari bibir penghulu dan para saksi, ada kelegaan tersendiri di lubuk hatiku.

Gak menyangka kalau statusku sudah berubah dari lajang menjadi seorang istri. Orang yang aku kenal lewat telepon salah sambung beberapa bulan yang lalu. Pertemuan singkat yang bagi kebanyakan orang gak mungkin bisa berlanjut ke jenjang pernikahan.

************

Enam bulan yang lalu, saat aku lagi kerja, tiba-tiba ada telepon masuk. Nomor baru yang belum aku kenal, penasaran siapa tahu teman lama yang berganti nomor. Saat aku angkat telepon terdengar suara seorang laki-laki, "Hallo, assalamualaikum, Rif kamu di mana? lama banget nyampeknya? Tinggal nunggu kamu saja ini, ayo cepetan," ucap lelaki di seberang telepon.

"Waalaikumsalam, maaf Mas," ucapku tapi belum selesai ngomong sudah dipotong lelaki yang di telepon.

"Reza, aku Reza, kamu?" potong lelaki yang memperkenalkan diri bernama Reza.

"Eh! Iya Mas,"

"Iya, siapa?" ucapnya lagi meminta untuk menyebut namaku.

"Kania, Mas. Ini Mas dapat nomor ini darimana?" ucapku di seberang telepon sambil berdiri di toilet wanita agak jauh dari tempat kerja.

"Kayaknya bener, eh satu nomor salah ini tadi, maaf ya? cepat-cepat, tadinya mau nelpon temen eh malah keliru nomor kamu. Tapi aku bersyukur lo, karena bisa kenal kamu," ucap Mas Reza sambil tertawa.

"Haaa!" ucapku terkejut.

"Kok, haaa sih? Ini beneran, boleh aku save nomor kamu? Biar bisa kenal kamu lebih dekat gitu," 

"Eh!"

"Tadi, haa sekarang eh nanti apalagi?" ucap Mas Reza terdengar jengah dan membuatku tersenyum geli.

"Boleh, Mas. Silahkan, aku tutup dulu ya? ini aku lagi kerja, assalamualaikum,"

"Bentar jangan tutup dulu, kamu posisi di mana? ntar kalau aku lagi free, boleh aku main ke tempatmu?"

"Aku di Surabaya, ya udah ya? nanti sambung lagi, gak enak kelamaan telepon soalnya ini mau salat juga,"

"Oke, nanti malam aku telepon lagi ya? Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam," jawabku sambil tersenyum, lalu beranjak dari toilet lalu menuju tempat wudu untuk melaksanakan salat duhur.

Itulah awal perkenalanku dengan Mas Reza, setiap aku lagi istirahat dia selalu menelopon. Selalu menjadi pengingatku saat salat ataupun makan. Walaupun hanya lewat telepon tapi perhatiannya melebihi yang selalu bertatap muka.

Lihat selengkapnya