Bagaikan negara yang mempunyai jutaan penduduk, penuh dengan liukan artistik yang sangat lepas dan tanpa peraturan yang tetap. Kegelapan rasanya tak bisa terlihat di sini. Itulah yang kutahu tentang kota imajiku. namun, begitu banyak kegilaan pemimpin, rasa iri dan kurang puas, membuat kepudarannya warna imaji. Berlomba-lomba memperlihatkan kemahirannya yang ternyata bisu. Pencitraan didepan semua orang yang nyatanya terpaksa dilakukan.
Walau aku duduk dibangku putih sekolah yang kokoh, tapi pikiranku masih ingin menceritakan sesuatu. Inilah aku yang menampung cerita yang pilu bernaungkan kesenangan. Curhatan sedikit saja kutampung, seperti tak ada batasnya silo otakku. Aku selalu memikirkan tentang hal yang sebenarnya sudah lewat maupun yang akan datang. Mungkin kalian sama sepertiku, selalu menampung semua keluh dan kesalmu bahkan orang lain.
Tapi menurutku itu hal yang sangat berguna bagiku, aku bisa melapor kepada imajinasiku dan dia memberiku gambaran kedepannya. Kota imajiku seakan mempunyai perpustakaan yang sangat amat besar dipenuhi dengan buku cerita dari semenjak kecil sampai sekarang. Buku-buku yang tertata rapi di laci yang sangat tinggi. Semua hasil pemikiran yang kacau balau dengan emosi.