Aku segera berbalik, melanjutkan langkah menuju ke rumah. Ada yang aneh, ketika aku melangkah, tiba-tiba saja semuanya normal. Angin yang awalnya berhembus kencang, serta dedaunan yang beterbangan tidak ada lagi di sekitarku.
Aku menatap jauh ke depan sana, bahwa ternyata teman-temanku sudah tidak terlihat lagi. Mungkin mereka sudah sampai pada rumah masing-masing. Aku membenarkan tali ranselku, kembali melanjutkan langkah.
Aku tidak mengetahui kebenaran dari cerita yang temanku sampaikan itu, tetapi sampai sekarang memang pohon tersebut masih ada didepan sekolah SD ku.
Sejak, teman-temanku menceritakan kejadian itu. Sekarang, tiap kali aku melewati dan melihat pohon itu, memang banyak mahluk seperti mereka yang bergelantungan dipohon tersebut, ada yang tersenyum kearahku bahkan melambaikan tangan kearahku. Ada juga yang melihatku dalam tatapan marah. Aneh, namun itulah kenyataannya yang selalu aku lihat.
Aku yang tiap kali melihat kearah pohon itu mencoba sebisa mungkin untuk menghiraukan mahluk-mahluk yang berada ditempat itu. Aku berusaha seakan-akan tidak melihat mereka disana.
Dari jarak kejauhan, aku melihat banyak anak-anak yang bermain dihalaman rumahku. Sama seperti tadi pagi, mereka berlarian dihalaman rumahku dengan penuh canda dan tawa.
Aku pun langsung berlari ke rumahku dan dan menghentikan langkah tepat didekat mereka sambil mempertahankan. Seketika itu pula, mereka terdiam, semuanya menatapku dengan tatapan kosong.
"Hai!"
Aku mencoba menyapa mereka, namun tak ada satu pun yang menjawab sapaanku, mereka hanya terdiam seraya terus menatapku.
"Kalian sedang main apa?" Pertanyaanku masih tak di respon dari mereka. Semuanya terdiam dengan tatapan yang masih sama.
"Em, aku boleh main bersama kalian? Oiya, itu rumahku," kataku seraya menunjuk rumah sederhana berwarna biru muda.
Ternyata masih sama. Mereka tetap tidak merespon perkataanku. Tapi, salah satu dari mereka berjalan mendekat kearah ku. Ia mengulurkan tanganya ke arah ku. Aku agak terkejut dengan tindakan itu, lalu aku mencoba untuk membalas jabat tangannya.
"Rita ...."
Tiba-tiba saja, Mamaku datang dan langsung menarik tanganku lalu membawaku masuk ke dalam rumah, dengan segera Mama langsung menutup pintu rumah kita rapat-rapat.
Mamahku menurunkan adikku yang masih berusia sekitar 2 tahun, lalu ia berbicara kepadaku dengan nada yang agak sedikit tinggi. “Kamu ngapain berdiri di halaman rumah Tata, bukanya langsung masuk."
“Aku tadi lagi nyapa anak-anak yang main di halaman rumah kita, Ma," jawabku.
Mamaku menghela nafas. “Tata, anak-anak siapa yang kamu maksud?"
"Anak-anak yang main di halaman rumah kita, Ma ...."
Aku terkejut, ketika melihat kearah luar sana, bahwa ternyata mereka sudah tidak ada di halaman tersebut. Pandangan Mamaku juga tertuju kearah luar rumah, lalu kami saling melihat satu sama lain secara bersamaan.
"Mana? Ga ada, kan. Dari tadi pagi kamu bicaranya seperti itu terus."
"Ma ... Tata ga bohong, tadi Tata beneran melihatnya, Ma ... Banyak anak-anak yang main di halaman rumah kita. Sama seperti tadi pagi, Tata ga bohong--"
"Tata, Stop!" Potong Mama dengan nada tinggi. Aku pun tersentak akan hal tersebut. "Mama ga suka kamu berbicara ngelantur seperti ini terus ya. Lebih baik, kamu salin lalu segera makan."
Aku mencoba menjelaskan kepada mamahku bahwa aku melihat anak-anak yang tadi pagi berlarian di halaman rumah kita. Dan kali ini mereka datang kembali dihalaman rumah kita. Tapi, bentakan Mama barusan, membuatku hanya bisa menurutinya.
Aku mengangguk, lalu berjalan masuk ke dalam kamar, menaruh ransel diatas meja dan duduk di kasur. Aku menghela napas, lalu membuka sepatu serta kaos kaki dan segera keluar untuk menaruhnya di dapur.