Aku dan Mereka Satu Jiwa

Fiyaseni
Chapter #4

4. Sekolah Menengah Pertama



Setelah kejadian saat itu, aku selalu mendapatkan ledekan dari teman-temanku mereka bilang bahwa aku ini aneh dan sebagainya.

Aku tetap bersih keras bahwa aku ini benar dan tidak sedang bercanda, namun apalah dayaku, aku sudah menunjukan benar-benar dihadapan mereka bahwa apa yang aku lihat itu nyata. Tetapi mereka tidak dapat melihatnya.

Hari-hari telah berlalu dan mereka sudah tidak membahas hal itu lagi. Aku pun tidak mau lagi menceritakan apa pun yang aku lihat kepada teman-temanku karena itu percuma, mereka tidak akan percaya, dan tidak akan mengerti apa yang aku lihat. 

Masa ujian akhri sekolah pun tiba, dan kami semua melakukannya dengan sebaik mungkin. Beberapa bulan telah kami lewati bersama. Lalu tibalah masa kelulusan dan penerimaan siswa baru untuk masuk ke sekolah menengah pertama.

Aku diantarkan oleh papahku di Sekolah yang tidak begitu jauh dari rumahku, alasannya, ya agar bisa sekolah dengan jalan kaki.

Saat mendaftar di SMP tersebut. Baru saja aku tiba di parkiran untuk memarkir moto. Aku melihat banyak anak-anak seusia ku bermain di halaman sekolah. Aku heran banyak kendaraan yang berlalu lalang di halaman sekolah itu tetapi, mengapa bermain disitu, apa mereka tidak takut tertabrak atau terjatuh. 

Aku digandeng oleh papahku untuk menuju ke pendaftaran siswa baru tersebut. Sambil berjalan aku memerhatikan anak-anak itu, diantara mereka ada yang melihatku dengan tatapan tidak mengenakan, namun ada pula yang menatapkku sambil tersenyum.

Wajah mereka pucat, sangat pucat lebih pucat dari orang yang sakit. Melihat diantara mereka seperti ada yang tidak suka dengan diriku, akhirnya aku mengalihkan penghilatanku dari mereka dan fokus berjalan mengikuti papahku. 

Dulu aku belum berpikir apakah mereka semua manusia?

Tiba saatnya aku mendaftar di sekolah tersebut, dan papahku menuju kedepan untuk berbicara kepada guru yang bertugas disana. Aku melihat dikelas itu ada anak yang sedang duduk sendirian di pojok sambil menunduk. Aku memerhatikan anak itu dan bertanya kepada diriku sendiri kemana orang tuanya? 

Aku pun berjalan mendekati anak tersebut dan duduk disampingnya. Aku makin mendekatinya, berharap kalau dia melihat ke arahku atau mungkin berbicara padaku namun, ia tidak berkutik sama sekali, anak itu masih terdiam dan menunuduk.

Ketika aku perlahan menyentuh pundaknya, tubuh anak itu sangat dingin sedingin es, dan terlihat dari kulitnya bahwa ia sangat pucat, anak itu sama seperti anak-anak yang aku lihat di halaman sekolah tadi. Mereka juga sangat pucat seperti tidak memiliki aliran darah. 

“Orang tua kamu mana? Kamu sendirian?" tanyaku kepada anak itu. Ia hanya terdiam dan masih menunduk.

"Tata?" Papahku memanggilku. Aku segera menoleh. "Ayo, pulang daftarnya sudah selesai."

Aku mengangguk kecil, lalu berjalan menuju kearahnya dan berhenti tepat di depan Papa.

.“Kamu ngapain disana?” tanya papahku.

“Aku lagi ngobrol sama anak itu, Pa," jawabku seraya menunjukan anak Itu.

Papahku melihat kearah yang aku tunjuk itu dan tatapannya sedikit terkejut “Tata, kamu gak boleh berbicara sama siapa pun yang belum kamu kenal, udah yok kita pulang” ucap papahku lalu menarik tanganku.

Aku menoleh kearah anak itu, dan ia mulai mendongakkan wajahnya, lalu melihat wajahku. Ia menatapku dengan tatapan tidak suka, matanya merah dan wajahnya pucat.

Aku terkejut dengan tatapan anak itu, sontak aku pun langsung memegang tangan papahku dengan erat, sehingga papahku bertanya kepadaku .

“Kamu kenapa Tata?”

Lihat selengkapnya