Aku dan Mereka Satu Jiwa

Fiyaseni
Chapter #5

5. Sosok anak kecil itu


Aku benar-benar ketakutan. Suara ketukan itu makin lama makin keras, hingga membuat pintu rumahku hampir roboh, bahkan bergetar beberapa kali.

"Mama ... Mba ... Papa ...."

Aku terus memanggil mereka berkali-kali, tapi tak ada satupun yang menemuinku. Bahkan, ketiga adikku pun tak dapat mendengar teriakkanku. Bingung. Aku main takut.

Deru napasku masih naik turun tak beraturan. Aku terduduk tepat sambil menekuk kedua lututku dan menenggelamkan kepalaku di sela-sela kedua lututku.

'Mereka itu sebenarnya siapa?' batinku.

Aku terus menunduk. Suara ketukan itu masih terdengar jelas di kedua telingaku. Tapi, beberapa menit setelahnya, suara itu benar-benar menghilang. Perlahan, aku mulai mengangkat wajah, mencoba untuk mendengarkan lagi, apakah masih ada atau tidak.

Tapi, sepertinya sudah tidak ada lagi. Suara ketukan itu benar-benar menghilang.P Perasaankukala itu masih takut, aku tidak tau apa maksud anak-anak itu dengan menatapku seperti itu. Apakah ia marah atau ingin minta bantuan kepadaku. Tapi, bantuan apa?

Kalau memang ingin meminta bantuan harusnya mereka tidak bersikap seperti itu. Harusnya mereka memintanya dengan cara baik-baik.

Aku mulai mengatur nafasku beberapa kali. Lalu setelah nafasku mulai kembali normal, aku mencoba melihat mereka dari jendela ruang depan. Memastikan apakah mereka benar-benar pergi atau masih ada disana.

Aku membuka sedikit tirai jendela tersebut, dan mengintip mereka yang ternyata masih berada di teras rumahku. Sontak, aku langsung berbalik. Mengatur nafasku beberapa kali. Mereka semua masih menatap rumahku.

Detak jantungku kembali berdebar kencang. Tapi sebisa mungkin aku berusaha untuk tetap tenang, aku kembali berbalik untuk memperhatikan mereka.

Perlahan, ku buka lagi sedikit tirai jendela itu. Aku memerhatikan mereka satu peserta secara keseluruhan. Tiba-tiba, aku terkejut bahwa salah satu dari anak itu sudah berada didepan jendela tersebut, dengan memberikan wajah mengerikan.

Kedua matanya hitam pekat, dengan bibir yang penuh dengan berlumur darah dan wajah pucatnya. Tak lupa pula, dengan senyuman khas di wajahnya yang makin tersenyum lebar hingga Sampai ujung telinga.

Dia makin menatapku seperti ingin masuk ke jendela dan mengambilku. Aku menjerit histeris, hingga lagi-lagi terjatuh duduk di lantai.

“Tata kamu kenapa, Nak?” tanya Mama yang tiba-tiba sudah ada di belakangkh dengan panik seraya memegang pundakku.

Aku menoleh kearah Mama dengan perasaan yang masih takut dan kaget. Aku pun hanya terdiam tanpa berbicara apa-apa, karena masih syok akan apa yang aku lihat tadi.

"Tata, kamu kenapa?" Tanyanya lagi.

Aku yang masih takut, tak bisa menjawab pertanyaan Mama. Aku bingung bagaimana cara menyampaikan pada Mama, karena pasti tidak percaya dengan apa yang aku katakan nanti.

Mamah panik dan terus bertanya kepadaku, ucapanya mamah sangat keras hingga kakakku dan papah pun menuju ke ruang depan dan menanyakan hal tersebut kepada mamahku.

“Ada apa ini mah, ?” tanya papahku.

“Gak tau ini sih Tata, tau-tau jerit kaya orang ketakutan,” jawab mamahku yang panik.

“Kamu kenapa Tata?” tanya papahku seraya memegang pundakku. Kakakku hanya melihatku dengan tatapan cemas, ia tidak mengatakan apa-apa.

Lihat selengkapnya