Aku Dan Perbedaan

Widhi ibrahim
Chapter #4

TEMAN BERBAGI

Sebelum lanjut dengan kisahku lagi, aku ingin sedikit menceritakan tentang Nita, sahabatku. Boleh kan ya? Aku hanya ingin dia ada di dalam bagian penting perjalanan hidupku yang akan aku ceritakan. Karena perannya, sangat-sangat berarti di dalam hidupku saat masih kecil. Tepatnya di masa-masa SD.

Nita ini anak yang se-tipe denganku. Kita sama-sama anak tomboy. Bedanya, aku berbadan kurus, sementara dia berbadan gemuk. Waktu kelas 1 sampai 2 SD, kita memang sudah berteman, tapi itu karena ibu kita yang sudah berteman duluan, jadi anak-anaknya mengikuti. Meskipun orang tua kita cukup dekat, sebenarnya aku dan Nita tidak memiliki hubungan yang sama dekatnya seperti orang tua kita. Namun semenjak kelas 3, tepatnya semenjak aku memperlakukan dia sedikit kasar, dia menjadi teman dekat bahkan sahabatku yang sangat baik dan begitu perhatian juga peduli padaku.

“Ngapain sih kamu ngikutin aku terus!” tegur ku kepada Nita. Yang sejak dari halaman sekolah terus mengikutiku, bahkan ketika aku sedang jajan di halaman sekolah, sampai aku balik ke kelas lagi. Padahal aku sudah memperingatkannya berkali-kali untuk tidak mengikutiku.

Namun, bocah berbadan subur itu hanya diam. Padahal aku menegurnya dengan nada bicara dan ekspresi wajah yang tak biasa. Harusnya dia takut dan menjauh dariku.

“Awas aja ya kalau kamu ngikutin aku lagi! Aku tendang!” ancamku, lalu melanjutkan langkah masuk ke dalam kelas.

Namun, aku benar-benar dibuat kesal saat itu. Aku tak mengerti kenapa Nita masih saja mengikutiku. Mungkin level emosiku saat itu naik, sehingga aku reflexs, saat berbalik aku mengayunkan kaki kananku dan menendang pelan kaki kanan Nita. Dan saat itu Nita hanya menundukkan kepalanya saja, tanpa marah apalagi sampai melawan. Bahkan meringis pun tidak sama sekali .

“Tuh kan, aku udah bilang jangan ngikutin,” keluhku. Jujur aku sangat menyesal, karena aku sama sekali tidak memiliki sedikit pun niat untuk berlaku kasar kepada Nita. Aku hanya mengancamnya saja, tapi malah jadi kenyataan. Sungguh, aku benar-benar lepas kendali.

“Jadi ditendang kan!” ujarku benar-benar merasa tidak enak usai menendang Nita.

“Aku emang salah kok. Tapi aku cuma pengen ngikutin kamu aja,” jawab Nita merasa bersalah. Padahal yang salah jelas aku, bukan dia.

“Aku yakin kamu bukan cuma pengen ngikutin aku doang. Pasti ada alasan kan. Apa? Ngomong sama aku!” desakku.

Nita sempat terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya ia menceritakan alasan yang maaf, aku tidak bisa sebutkan disini. Yang jelas usai mendengarnya, aku benar-benar merasa bersalah kepada Nita. Sehingga aku meminta maaf padanya. Dan untung saja dia tidak marah dan mau memaafkan ku yang sudah memperlakukan-nya cukup kasar.

Jika teringat itu, aku benar-benar merasa jahat dan kasar banget sama Nita. Tapi di sisi lain, aku juga sangat bersyukur, karena kalau bukan karena kejadian itu, aku dan Nita tidak akan dekat bahkan bersahabat.

***

“Ini gimana, Nit?” rengek ku kepada Nita.

Beberapa menit yang lalu, aku memang meminta Nita untuk menemaniku ke kamar mandi, karena aku kebelet pipis. Seperti biasa, Nita dengan setia menungguku di depan pintu toilet. Namun, kali ini saat aku membuka pintu, aku tidak langsung keluar. Aku malah merengek, sehingga membuat Nita heran.

“Gimana apanya?” tanya Nita tidak mengerti.

Aku masih ingat betul bagaimana ekspresi wajah Nita saat itu, ketika mengetahui sahabatnya ini pipis di celana. Padahal saat itu aku sudah duduk di kelas 6 SD.

“Aku pipis,” gerak bibirku tanpa suara. Dengan wajah yang sangat malu tentunya. Meskipun Nita sahabatku, tapi tetap saja aku merasa malu dengan semua ini.

“Aduh... gimana yah?” pertanyaan balik yang ia layangkan kepadaku.

Lihat selengkapnya