Aku Dan Perbedaan

Widhi ibrahim
Chapter #9

HIDUP MANDIRI

Setelah beberapa tahun hidup di perantauan, aku semakin mengerti, jika kehidupan yang sesungguhnya benar-benar sangat kejam aku terima. Dan itu aku rasakan ketika aku hidup jauh dari orang tua. Aku yang terbiasa bergantung, kini harus memikirkan segalanya sendiri. Dari mulai mengatur untuk kebutuhan sehari-hari, biaya sekolah, bayar sewa kontrakan, itu aku yang pikirkan. Meskipun kakak ku yang membiayai, tapi tetap aku yang mengaturnya. Dan jujur itu adalah hal yang sangat berat bagiku, di usia yang kurasa memang masih belum saatnya untuk memikirkan semuanya, aku sudah harus terjun ke dalamnya. Tapi ini sudah menjadi pilihanku, dan aku harus bertanggung jawab tentunya.

“Kayanya aku harus nyari kerja deh,” pikirku.

Itu yang terlintas dari benakku, ketika aku merasa dana yang dikirim kakak ku tidak akan cukup untuk aku dan keponakan selama satu bulan, sebelum kakak ku kembali mengirim uang di bulan selanjutnya. Setidaknya aku memiliki penghasilan untuk diriku sendiri.

Di tempat tinggalku saat ini memang cukup banyak perusahaan-perusahan industri, dalam bidang tekstil, konveksi, dan lain sebagainya. Aku sangat ingin untuk bekerja disana, apalagi ketika orang-orang di sekitar yang mendapat upah cukup besar. Aku sangat tergiur. Namun, aku sadar diri. Kondisiku tidak memungkinkan untuk bekerja di tempat-tempat seperti itu. hingga akhirnya aku mencoba mencari pekerjaan di toko-toko, berharap ada yang mau memperkerjakan ku. Beberapa memang tidak membutuhkan pekerja, tapi kebanyakan mereka menolakku.

Putus asa! Aku sangat putus asa saat itu. Harusnya aku tidak perlu banyak berharap. Karena orang sepertiku tidak mungkin bisa bekerja. Dan tidak mungkin juga ada yang mau memperkerjakan orang berkebutuhan khusus yang hanya lulusan SMP seperti ku.

“Bi, besok harus bayar iuran. Besok hari terakhir,” ujar keponakan ku yang baru pulang sekolah.

Lihat selengkapnya