Aku dan Syawal

Siti Sarah Madani
Chapter #1

PROLOG

Gedung putih itu terlihat indah dengan dekorasi bunga bernuansa rustic yang terpasang di sepanjang ruang. Meja panjang bertaplak putih dengan beberapa ornamen aeshatic diatasnya terlihat selaras dengan puluhan kursi yang juga berwarna senada. Kain-kain panjang yang menjuntai dengan aksen taburan mutiara berwarna gold dengan serat halus kerlap-kerlip yang berkilauan, membuat ruangan semakin sedap dipandang mata.

Hilir mudik orang-orang menata bagian utama dengan dekorasi yang terlihat mewah. Beberapa diantara mereka terlihat sibuk membenahi sudut latar yang bertabur bunga-bunga. Terpasang beberapa sofa berwarna gold disana, dengan seseorang dibawah yang memastikan agar tata letaknya tidak miring. Siang itu, gedung putih ramai dengan orang-orang yang bersiap untuk penyelenggaran sebuah acara pernikahan esok pagi. Sudah hampir 80 persen persiapan yang dilakukan, hanya tersisa beberapa sudut yang perlu dipasang dan juga diperbaiki.

Ditengah belasan petugas yang bertugas, seseorang lelaki paruh baya terlihat begitu antusias memberikan komando dan arahan terhadap petugas sedari tadi. Ia berjalan bolak-balik untuk mengecek agar setiap bagian sudah tertata rapih. Ia bahkan dengan semangatnya memastikan karpet merah yang terpasang untuk jalan pengantin agar tidak terganjal oleh batu atau sesuatu lainnya. Bahkan saat juntaian kain terlilit atau tidak sesuai pandangan matanya, ia akan langsung menarik tangga dan memperbaikinya seorang diri. Seakan tidak peduli dengan usianya yang tak lagi muda atau dengan penyakitnya yang bisa saja tiba-tiba kambuh.

Beberapa petugas telah berulang kali memintanya untuk duduk dan memperhatikan, cukup menunjuk dan memberikan intruksi lalu biarkan para petugas yang memperbaikinya. Namun, kelihatannya lelaki paruh baya itu tidak sabar dan memilih untuk memperbaikinya sendiri.

“Masih miring gak mas?” pekik laki-laki paruh baya yang kali ini sedang menaiki tangga untuk membenahi pemasangan kipas angin yang menurutnya tidak pas.

Beberapa orang petugas dibawah menyahut, “udah pak, pas!” ucap mereka, sambil menunjukkan jempol tangan ke arah laki-laki itu. Laki-laki itu pun turun lantas tersenyum melihat hasil kerjanya, kipas angin itu kini telah bergerak sesuai dengan keinginannya.

Laki-laki paruh baya itu lalu menengok mengamati sekeliling. Mencari sesuatu lagi yang sekiranya tidak sesuai dipandangan matanya. Pandangan mata itu beralih kearah teralis besi putih didepan meja akad. Sempat menggeleng beberapa kali lantas tanpa ba-bi-bu lagi, ia melesat ke arah meja akad didepan. Beberapa petugas berseragam akhirnya mengikuti langkah panjang laki-laki itu.

“Mas, ini teralisnya bisa dipindah atau digeser gak? Soalnya kalau tamu undangan duduk disebelah sana gak kelihatan prosesi nya,” protes laki-laki itu sambil berusaha mengangkat besi tinggi itu seorang diri.

“Eh..eh pak, ini bakal dipindah kok pak, ini cuman sementara soalnya mau nunggu dekorasi bunga nya di bagian sana full terus bakal dihias sama team, baru dipindah ke gerbang pintu masuk,” tutur seorang petugas berseragam yang sepertinya merupakan pimpinan dari para petugas. Terbukti beberapa kali dia yang memberikan intruksi dan memberikan arahan untuk para petugas yang bekerja.

Laki-laki paruh baya itu menyernyitkan kening, “kenapa gak sekarang aja, ayok bapak bantu” ucap laki-laki itu sambil kembali mengangkat besi tinggi itu.

“Eh, engga pak Damar, nanti team yang akan pindahin besi ini ya. Sekarang pak Damar istirahat aja, biar besok pagi lebih fresh. Besok pagi justru pak Damar yang harus stanby menyambut tamu-tamu loh Pak,” tutur petugas berseragam yang diketahui dari name tag di jas nya bernama Naufal.

“Gapapa loh mas Naufal, bapak ini saking seneng nya anak bapak nikah jadi mau kasih yang terbaik,” ujar pak Damar dengan raut sumringah.

Petugas bernama Naufal itu ikut tersenyum.

Lihat selengkapnya