“Bisa-bisanya meminta untuk kembali percaya, setelah kau buat patah”
-Refa Anandita-
Mereka saling mencintai sejak lama. Lima tahun, bukanlah waktu yang sebentar untuk ukuran sebuah hubungan. Seharusnya, lima tahun adalah waktu yang cukup untuk memahami karakteristik seseorang, tapi justru ia merasa benar-benar awam. Semua menjadi abu, keruh tak berdasar. Semua bermula dua tahun lalu, saat didepan mata kepalanya sendiri, laki-laki itu mengkhianatinya. Tepat, sehari sebelum ikrar suci itu dilisankan.
“Bagas masih hubungin kamu, Ref?” Perempuan imut berhijab disampingnya bertanya dengan suara lirih.
Refa mengangguk singkat. Tetap fokus pada layar komputer yang menampilkan angka-angka yang berderet dihadapannya.
Perempuan disampingnya terkejut tak habis fikir, “Eh, beneran?” ia menatap penuh Refa disampingnya. Lagi-lagi Refa mengangguk singkat, yang kali ini ia sempatkan menoleh pada Fahma, perempuan imut yang merupakan sahabatnya, lalu kembali fokus pada layar dihadapannya.
“Yaampun, itu cowo kayak ga punya malu ya. Gatau diri bener deh asli,” ucap Fahma sambil meninju pelan telapak tangannya sendiri.
“Nggak usah difikiran Fah.”
“Aku cuma ga habis fikir aja Ref, dia yang bohong, dia yang khianatin, eh dia juga sekarang yang ngejar-ngejar buat balikan lagi.” Refa memilih diam, tidak merespon. Sedetik kemudian, fikirannya melanglang buana.
Jelema butut itu Bagas! Laki-laki jahat yang mengkhianati komitmen yang mereka buat bersama, tepat saat ikrar suci itu tinggal satu hari lagi mengudara. Padahal, lima tahun sudah hubungan mereka berjalan, waktu yang seharusnya cukup untuk saling memastikan dan mengenal pribadi dari seorang anak manusia
Refa fikir, ia sudah mengenal Bagas. Memahami sifatnya, mempercayai setiap katanya, tenang dan yakin atas setiap janji manisnya. Faktanya, selama ini ia hanya berhadapan dengan sebagian dirinya yang lain, yang hebatnya mampu membuat ia terperdaya bertahun-tahun lamanya. Atau ia yang terlampau bodoh?
“Ref, kita bisa bicarakan ini baik-baik. Aku ga selingkuh! Kamu harus percaya sama aku.” Bagaimana bisa Refa percaya, saat tepat didepan matanya seorang perempuan yang tengah hamil memeluk erat Bagas, merengek untuk tidak ditinggalkan, meminta bagas untuk bertanggung jawab atas perbuatan menjijikannya.