Matahari perlahan menyinari dunia. Sinarnya yang terang mulai memasuki celah jendela, beberapa diantaranaya mengintip dari balik ventilasi yang terbuka. Meski berada di lantai empat rumah sakit, kicauan burung pun nyaring terdengar, seolah ikut berbahagia dengan datangnya pagi dengan kondisi Refa yang mulai pulih.
Namun, sepertinya sorot khawatir tetap menggantung pada kelopak seseorang yang bahkan akan rela memberikan segalanya yang ia punya untuk Refa itu. Ia masih khawatir, menatap anak gadisnya yang begitu piawai menyembunyikan luka.
“Papa suapin ya?”
Gadis itu menggeleng, “Refa bisa sendiri pah, udah gede juga, malu...”
“Disini gak ada siapa-siapa, nak”
“Refa malu sama papah,”
Pak Darma menyernyit heran, apa yang salah jika seorang ayah menyuapi anak gadisnya yang sedang sakit.
“Malu kenapa ?”
Refa menjeda, ia terlihat mengambil nafas dalam diam, “harusnya di usia Refa yang segini, yang papah suapin itu anak Refa kan ya? Ini malah Refa, makanya Refa malu. Maafin Refa ya?” tutur Refa yang terduduk di ranjang rumah sakit. Ia menatap dalam laki-laki dihadapannya
Ucapan Refa ternyata cukup mengiris hatinya, Pak Damar tiba-tiba saja ikut merasa bersalah pernah selalu menanyakan kapan menikah dan menyinggung cucu berulang pada anak gadisnya. Ternyata, tanpa sadar ia ikut berkontribusi membuat beban yang dipikul itu semakin dalam. Membuat traumatik itu kian perih.
“Yang terpenting sekarang, anak papah sehat, anak papah selalu bahagia. Itu lebih dari cukup untuk papah nak,” dan akan semakin lengkap jika kamu segera menikah juga segera memberi papah cucu yang lucu.
“Lekas pulih, lekas membaik ya sayang,” lanjut Pak Damar sambil mengusap kepala Refa yang berbalut kerudung.
Dulu, Papah Refa adalah orang yang paling mendukung hubungan Refa dan Bagas. Ia akan sangat senang jika kekasih anaknya itu datang kerumah, menemaninya bermain catur, mengobrol banyak hal dari perkara remeh-temeh seperti kenapa bola itu bulat sampai perkara konspirasi elit global yang menjerat kehidupan manusia. Bagas, selalu menjadi teman ngobrol yang asyik dan menyenangkan
Hampir setiap tahun selama lima tahun berturut-turut, ia akan memasakkan masakan jepang spesial yang penah ia pelajari ketika bekerja di sebuah restoran besar di Hokkaido, sebagai perayaan atas anniversary hubungan Refa dan Bagas. Selama itu juga ia percaya, telah tepat mengizinkan Bagas untuk masuk dalam kehidupan anak gadisnya.
Namun, siapa yang akan menyangka jika sesesok laki-laki yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri itulah penyebab dari segala kerapuhan Refa hari ini. Tidak akan pernah mungkin ia lupakan bagaimana hancurnya Refa saat ia bersimpuh di kakinya di tempat yang seharusnya menjadi saksi pernikahannya.
Atau saat-saat dimana hampir disetiap hari, selama setahun lamanya, menyaksikan anak yang selama ini dikasihinya, meraung, menangis, meratapi perjalanan hidupnya. Tidak habis fikir, bagaimana mungkin Bagas tega mengkhianati kepercayaan yang selama ini Refa dan papahnya berikan. Hingga membuat luka dan traumatik yang sangat dalam pada anak satu-satunya itu
Pak Damar mengambil nafas panjang, hatinya ikut perih mengingat masa-masa sulit itu. Beruntung, Allah masih memberikan kesempatan untuk Refa bangkit, meski terlihat amat tertatih. Ia berjanji, tidak akan membiarkan siapapun menyakiti anak gadisna lagi.
“Makan ya..”
Refa mengangguk dan perlahan membuka mulut, membiarkan suapan sang papah yang akan mengisi kekosongan perutnya pagi ini.
“Tok..Tok..Tok..”
Suara pintu diketuk terdengar, siapa gerangan yang berkunjung di waktu yang cukup pagi ini? Fahma kah?
Pak Darma berjalan membuka pintu, saat kenop pintu baru saja terbuka sedikit, seseorang dengan cepat masuk dan mengagetkan keduanya.
“Yaampun neng, kunaon kamu teh,”
“Neng Refa...”
“Gustiiii”
“Assalamu’alaikum Refa”
Dua, tiga, empat. Ternyata bukan hanya seorang, melainkan empat orang ibu-ibu heboh yang melesat masuk. Kalau saja Pak Darma tidak memegang gagang pintu kuat, pastilah ia sudah terkena gebrakan pintu yang didorong kencang. Dasar emak-emak.
Mereka ibu Maryam, ibu Nuri, ibu Ika dan ibu Titi. Teman sejawat almarhumah ibu Refa.