“Tau gak, katanya kemarin anaknya Pak Damar kumat lagi stresnya”
“Si Refa ?”
“Atuh iya siapa lagi?”
“Katanya kemarin mantan pacarnya dateng lagi, terus stresnya kambuh. Kata istrinya bu Yanto sampe pingsan di taman terus digendong sama cowok”
“Terus gimana sekarang? Kayaknya rumahnya sepi dari semalam”
“Masih di rumah sakit, kayaknya empat sekawan itu lagi jenguk deh, pagi buta udah riweh banget soalnya.”
“Aduh, yang sekarang laki-laki mana lagi ya bu?"
Beberapa ibu-ibu memulai aktivitas pagi dengan bergosip. Mungkin rasanya seperti ada yang kurang jika tidak membicarakan orang lain. Namun, mengapa harus Refa, gadis santun yang tidak pernah merugikan mereka. Fa’i tak habis fikir dibuatnya. Laki-laki itu berjalan mendekat dan berdehem cukup kencang. Mengagetkan mereka yang berbincang sambil memilih sayur.
“Ekhem.. Maaf ibu-ibu, saya mau tanya rumah nya pak Damar sebelah mana ya?”
Mereka kompak menoleh, saling pandang.
“Oh, rumahnya pak Damar. Nanti mas lurus aja, gak jauh dari pertigaan belok kanan. Nanti rumahnya cat biru muda, yang banyak pot-pot bunga”
Fa’i mengangguk, sebagai respon ia memahami jawaban yang diberikan.
“Ohiya, terimakasih ya bu,” tuturnya lembut dan tak lupa memberikan senyum santunnya. Baru saja ia akan melangkah pergi, seorang ibu-ibu yang terlihat paling bersemangat itu menahannya.
“Eh, mas, mas.. Refa nya lagi sakit ya?”
“Iya, Refa sedang dirawat di rumah sakit. Mohon do’anya agar lekas sembuh.”
Mereka kompak ber oh ria. Seolah mendapat asupan untuk menyempurnakan bahan perbincangannya.
“Kalo mas nya ini...pacar baru nya Refa ya?"
“...yang kemarin gendong Refa ditaman itu kan?”