Aku dan Syawal

Siti Sarah Madani
Chapter #19

Empat Sekawan

Masjid Al-Haq, satu dari masjid besar yang ada di wilayah Bogor. Masjid ini memang kerap kali dipakai untuk acara kajian dan tabligh akbar karena area nya yang cukup luas. Sehingga, mampu menampung ribuan jama’ah.

Ahad ini, kajian yang diselenggarakan oleh sebuah komunitas gerakan dakwah anak muda Bogor mengundang jama’ah laki-laki dan perempuan, sasarannya adalah anak-anak muda yang memiliki ghiroh islam yang kental. Kajian pagi itu berjudul “Menjadi Muslim Sejati” sebuah kajian untuk mengenal diri sebagai sebenar-benarnya muslim, tentang pencarian jati diri, hakikat sejati dalam hidup di dunia. Diisi oleh dua orang pembicara hebat yang memang aktif dalam pergerakan dakwah anak muda.

“Assalamu’alaikum Syekh, kaifa halukum?”

Laki-laki yang disapa itu tersenyum lembut sebelum menjawab, “Wa’alaikumsalam akhi. Akh, Antum ini, Syakh Seykh- Syakh Syekh, ilmu saya belum setinggi itu tau.”

“8 tahun di Al-Azhar loh, antum ini suka bener merendahnya. Ayo sini, pembicara punya tempat khusus buat istirahat.”

“Pembicara pengganti,” ucapnya ralat.

Kedua laki-laki itu spontan tertawa. Mereka berjalan menuju sebuah ruangan tak jauh dari pintu utama masjid. Seorang laki-laki yang memakai tanda pengenal yang dikalungi bertuliskan ‘panitia’ bernama Aden itu, mengantarnya sambil terus berbincang.

“Omong-omong makasih ya sudah bersedia, kalau sebulan yang lalu ane tau antum mau balik ke Indo awal Juli ini, sudah ane ajukan nama antum buat ngisi kajian. Suka rese sih antum, ga ngabarin kalo mau balik.”

“Kalau bilang, takut di palak oleh-oleh sama antum soalnya”

“Asem ente.” Kedunya kembali tertawa.

“Eh tapi, QadhaAllah kebenaran Ust.Haikal berhalangan hadir, jadi antum bisa tetep ngisi. Senang saya, Rif. Makasih ya..”

“Alhamdulillah, pas di waktu dan kesempatan. Mudah-mudahan tidak banyak membuat jama’ah yang hadir kecewa ya? Karena Ustad kesayangannya malah digantikan sama saya”

“100 persen mereka gak akan kecewa Rif, asli. Antum bakal jadi idola juga, punya fanbase yang kayaknya bakal lebih cetar deh soalnya kan antum masih jomblo lillah nih. Siap siap aja kalau misalnya ana sama panitia yang lain dirongrong jama’ah buat ngundang antum lagi”

Keduanya memasuki ruangan, terdapat beberapa kursi yang telah tersedia disana. Beberapa orang menoleh melihat kedatangaan keduanya.

“RIFAI.. Masyaallah..”

 “Ahlan wa sahlan, Syekh Maisir.. Tafadhol, hayya ijlis fii hunaa ya akhii..

Keduanya masuk dan disambut dengan semarak oleh beberapa laki-laki berseragam dengan name tag dikalung yang sama, bertuliskan ‘panitia’. Mereka saling bersalaman sebelum sama-sama duduk disana.

“Sumpah, ana pangling liat antum, Fa’i. Perasaan Mesir itu tandus kan ya? Kok malah bening begini pulang dari sana. Curiga ana nih, jangan-jangan antum malah sibuk skincare an”

Keempat laki-laki itu tertawa.

“Bisa aja antum, Ko. Antum juga berubah kok, makin keker,” ucap Fa’i sambil mengangkat tangan menunjukkan otot.

Lihat selengkapnya