“Fahma, kita parkir disana aja,” tunjuk Refa pada sebuah lahan parkir yang cukup lowong. Fahma mengarahkan motor yang dikemudikannya ke tempat yang di arahkan oleh Refa. Keduanya sampai di pelataran Masjid Al-Haq. Disana, berbondong-bondong anak muda telah berkumpul, beberapa diantara mereka terlihat memadati sekeliling lingkungan masjid. Luar biasa, ditengah hiruk pikuk pergaulan bebas yang mendera anak muda, ratusan pemuda yang hadir pada hari ini memilih untuk menghabiskan hari liburnya untuk mengikuti kajian.
“Ramai ya, Ref”
Refa tersenyum, mengangguk kemudian. Keduanya berjalan beriringan masuk kedalam masjid. Didalam masjid, kepadatan jua terasa disana. Berkat kepiawaian dan juga pengalamannya menelisip barisan, keduanya berhasil menempati shaff akhwat pertama dan duduk disana.
“Yaampun, kita jago nyelip ternyata ya,” ucap Fahma yang kini sudah anteng duduk di sampingnya. Refa tertawa, keduanya mengecilkan volume perbincangan mereka. Acara kajian sebentar lagi akan dimulai.
Suasana di dalam masjid ramai. Posisi antara jama’ah laki-laki dan perempuan dipisah dengan hijab pembatas. Laki-laki disebelah kanan dan perempuan di kiri. Kebanyakan diantara mereka ialah generasi milenials.
Di depan sana, jajaran sofa pembicara telah tersusun, aneka hidangan juga sudah siap tersaji. Sesorang laki-laki tegap berdiri membuka acara. Suasana meriah kian membahana saat pemandu acara meminta para hadirin untuk meneriakkan yel-yel. Dilanjutkan dengan pekik takbir yang bergema, ramai. Masjid Al-Haq yang memang megah, kali ini terlihat jauh lebih megah karena ratusan pemuda – pemudi yang hadir.
Satu kebiasaan yang selalu Fahma dan Refa hindari adalah bermain handphone saat kajian, mereka akan menyimpan benda pipih itu kedalam tas hingga kajian usai. Berusaha untuk benar-benar khidmat menyerap ilmu keislaman. Keduanya tentu masih ingat, pemaparan salah satu ustadzah kondang yang juga beberapa kali acaranya dihadiri oleh Refa dan Fahma mengatakan bahwa sesungguhnya ilmu akan menghampiri mereka siapa saja yang memuliakannnya, dan sebaliknya ilmu tidak akan menghampiri mereka yang tidak memuliakan ilmu.
Seorang pemuda yang dilihat dari raut wajah dan tubuh tegapnya berusia dibawah 30 tahunan itu berdiri, semua jama’ah peserta kajian millenials tertuju padanya. Ia mendekatkan pengeras suara di mulutnya agar jama’ah yang berada dibelakang atau bahkan serambi masjid, bisa mendengar suaranya. Dia Akbar, host yang akan memandu acara dari awal hingga akhir.
“Ya, Alhamdulillah temen-temen semua. Pada hari ini, kita kedatangan pembicara hebat yang Masyaallah begitu luar biasa. Diusia yang masih muda, mereka sudah mampu menghasilkan karya dan menjadi inspirasi bagi banyak orang. Langsung saja kita panggilkan pembicara kita yang pertama, Ustadz Ridwan Anwar.S.Si.M.Cs. Beliau ini merupakan founder dari Dakwah Muda Bogor dan sekarang sedang menempuh studi S3 nya di sebuah universitas di Jogjakarta. Kepada Ustadz Ridwan saya persilahkan menaiki podium.”
Seorang pria tegap dengan brewok nya yang cukup rimbun perlahan merapat ke arah sumber suara. Ia menyalami pemandu acara dan duduk di sudut sofa.
“Assalamu’alaikum ustadz Ridwan, sehat tadz?” tanya pemandu acara.
“Wa’alaikumsalam, alhamdulillah sehat,” jawab Ustadz Ridwan dengan tegas.