Aku dan Syawal

Siti Sarah Madani
Chapter #38

Terpancing

“Yah, Bu. Fa’i besok mau melamar Refa”

Suasana syahdu di ruang makan rumah nya seketika hening, disana ada ayah, ibu, Fahma dan satu personil baru keluarga—Adit, menengok ke arah Fa’i. Lalu keempatnya saling pandang bergantian.

Baru kemarin keluarga itu menyelenggarakan hajat besar untuk pernikahan Fahma dan Adit, pagi ini mereka dikejutkan oleh pernyataan laki-laki yang memang sedang berta’aruf itu.

“Gimana? Ayah Ibu bisa kan nemenin Fa’i ke rumah Refa besok? Kalau Fahma sama Adit gapapa ga usah juga, mau honeymoon kan?

Adit dan Fahma menunduk, mereka saling menyimpan senyum. Walaupun sudah menikah, keduanya masih terlihat begitu canggung. Lucu.

Kemarin, adalah hari yang bersejarah bagi Fahma. Gadis itu akhirnya melepas masa lajang nya. Ia dipersunting oleh lelaki baik yang merupakan sahabat kakaknya sendiri, Adit. Mereka memang sering bertemu sebelumnya. Terlebih saat masa-masa SMA nya kak Fa’i, ia seringkali mengajak sahabat sahabatnya, Adit, Koko dan Aden untuk berkunjung ke rumah. Hingga tanpa disangka, dari situlah mula bibit perasaan suka Adit terhadap Fahma.

Setelah bertahun-tahun setelahnya, Adit memilih menyimpan apik perasaan itu dan akhirnya kembali datang saat ia sudah siap menghalalkan perasaannya. Setahun yang lalu sebenarnya laki - laki itu sudah datang menemui ayah Fahma untuk mengajukan ta’aruf, namun kedua orangtua Fahma belum merasa yakin jika Fahma pada saat itu sudah siap. Disamping itu Fahma memang sedang tidak fokus, karena terlibat aktif disamping Refa yang saat itu sedang depresi. Sehingga Adit harus beberbesar hati untuk pulang tanpa membawa sebuah jawaban.

Setelah itu, ternyata Adit kembali datang berbulan-bulan setelahnya. Qadhaallah, pengajuan ta’aruf itu disetujui oleh ayah dan ibu Fahma. Begitupun dengan jawaban istikharah Fahma yang condong kearah penerimaan. Proses keduanya pun terbilang singkat, dari mula masa ta’aruf saling bertukar CV hingga pernikahan adalah dua bulan lamanya.

Mungkin, belajar dari kisah adik dan sahabatnya itulah yang membulatkan tekad Fa’i untuk mempercepat prosesnya dengan Refa.

“Yah, Bu?” ulangnya.

Pak Tio dan Ibu Ratna tersadar dari lamunan nya. Mereka saling pandang dan tersenyum seketika.

“Kayaknya, kehadiran Adit jadi bagian dari rumah ini, mancing Fa’i buat segera nyusul ya,” ucap sang ayah memecah keheningan.

Mereka berempat pun tertawa, sarapan pagi di meja makan menjadi kalah menarik dengan perbincangan pagi ini.

“Sesuatu yang baik ga perlu di tunda – tunda kan?” ucap Fa’i yang dibalas anggukan oleh orang-orang dihadapannya.

Lihat selengkapnya