Aku dan Syawal

Siti Sarah Madani
Chapter #39

Refa itu Perempuan Baik-Baik

Banyak benda-benda aeshatic yang terpajang di etalase panjang toko. Kebanyakan diantaranya adalah barang-barang perempuan. Fa’i sedang berada di toko souvenir dan kado, ia tengah memesan beberapa hantaran untuk dibawa esok hari saat datang melamar Refa. Ya, besok ia akan benar-benar datang kerumah biru teduh milik keluarga Refa untuk menyatakan niat baik mengkhitbah gadis itu.

Ia hanya sendiri, karena keadaan rumah yang belum terlalu rapih, dan masih ada beberapa keluarga yang masih ada usai pernikahan sang adik kemarin, tentunya baik ayah, ibu apalagi Fahma tidak bisa mengantarkannya. Berbekal informasi dari Adit, yang berpengalaman saat datang mengkhitbah Fahma, maka direkomendasikan lah toko sekaligus bawaan apa saja yang perlu ia beli.

Ia memilih beberapa paket hantaran. Diantaranya seperti makanan, atribut dan pakaian perempuan, juga skincare yang menjadi hal wajib untuk seorang perempuan. Untung saja, Fahma hafal merek apa yang digunakan Refa, sehingga ia tidak perlu lagi kesulitan untuk memilih mana-mana yang dirasa cocok atau pun tidak dari sosoknya.

“Totalnya jadi tiga juta lima ratus,” ucap penjaga kasir toko souvenir, beberapa paket parcel yang sudah dihias cantik dengan pita-pita itu ia bawa dibantu dengan beberapa petugas karyawan toko kedalam bagasi mobil Fa’i.

“Makasih ya mas,” jawab Fa’i. Laki-laki itu tersenyum hangat pada dua karyawan toko yang membantu. Selain berat, ia juga tidak akan mampu membawa parcel – parcel hantaran itu seorang diri. Ia tersenyum senang, membayangkan satu persatu parsel ini akan dibawa oleh anggota keluarganya, menyongsong kerumah Refa dengan niat baiknya.

Ia kemudian menutup pintu bagasi dengan sekali hentakan. Parcel itu akan aman berada didalam sana. Fa’i kemudian berjalan menuju pintu masuk mobil, sebelum ia melihat sosok yang tak asing didepannya. Laki-laki itu menggendong seorang anak laki-laki di pangkuannya, disampingnya seorang perempuan yang tampak mengelus perutnya yang buncit, ia tertawa melihat kelakuan anak kecil yang terus menjulurkan lidah dipangkuan sang lelaki. Pemandangan yang tampak indah. Meski belum pernah melihatnya sebelumnya bisa Fa’i tebak, mereka adalah keluarga. Sudut hatinya merasa cukup tenang, setidaknya laki-laki itu tidak lagi akan mengganggu seorang perempuan yang sebentar lagi akan menjadi bagian dari hidupnya.

Laki-laki yang sedang menggendong anak kecil itu menoleh ke arah Fa’i. Menyenyitkan kening guna memperjelas pandangan. Sedetik kemudian, ia tampak berbisik kepada perempuan disampingnya, menurunkan anak laki-laki dipangkuannya dan berlari ke arah Fa’i yang baru saja masuk kedalam mobil.

‘Tok- Tok - Tok’

Laki-laki itu mengetuk kaca mobil, Fa’i terheran untuk apa laki-laki itu malah datang menghampirinya?

“Bisa buka sebentar? Gua perlu ngomong sesuatu.” Laki-laki itu Bagas. Seseorang yang pernah menjadi bagian hidup dari seseorang perempuan yang sebentar lagi akan ia khitbah. Fa’i tidak mungkin lupa wajah Bagas, laki-laki yang ia temui untuk pertama kali di rumah sakit dan di detik itu pula ia merasa begitu benci dengan laki-laki ini.

Meski takdir yang terjadi pada Refa di masa lalu demikian adanya, telah tercatat di lauhul mahfudz, namun, manusiawi jika terkadang orang-orang kerap kali menjadikan Bagas sebagai biang traumatik dan kesakitan Refa selama ini. Laki-laki ini yang membuat Refa harus berjuang mengalahkan ketakutannya, mengalahkan rasa sakit hati yang terlampau dalam. Bahkan, Fa’i merasa ia tak perlu lagi bertemu dengan laki-laki ini. Namun, bukan demikian apa yang selama ini Fa’i pahami. Guru – gurunya, orangtuanya, apa yang ia pelajari sepakat mengatakan bahwa seorang muslim dengan muslim yang lain tidak boleh menjadi pendendam. Selain akan merusak hubungan interaksi sosial, dendam akan membuat hati hitam dan keras. Fa’i beristighfar banyak-banyak didalam hatinya. Ia tidak ingin tergolong sebagai orang pendendam.

Ia membuka pintu mobilnya dan keluar, berdiri berhadapan dengan laki-laki itu. Fa’i juga sempat melirik kepada perempuan yang tadi duduk bersamanya, perempuan itu juga sedang melihat kearah Fa’i. Tepatnya ke arah laki-laki dihadapannya.

“Ada apa?” ungkap Fa’i. Ia menatap datar Bagas.

Lihat selengkapnya