Mas Rifa’i? sapa Refa lembut.
Ah, sedaritadi ia sudah maju mundur untuk membuka pintu kamarnya sendiri. Takut, gelisah, khawatir sekaligus senang pada saat yang sama, karena doi, suaminya ah bahkan hanya meneyebut kata itu dalam otaknya sudah membuat tubuhnya keringat dingin dibuatnya. Wajar saja, status itu baru resmi tersemat beberapa jam lalu. Refa masih sangat campur aduk dibuatnya.
Saat sudah memberanikan diri dengan keberanian paripurna, yang ia dapati suaminya justru tertidur, membelakangi. Ia sedikit kecewa. Refa fikir, Fa’i juga sudah menunggunya dikamar dengan perasaan deg-degan yang sama. Nyatanya yang ia temui justru suaminya sedang tertidur. Tidak dipungkiri, pasti ia lelah karena seharian ini keduanya memang menjadi objek utama dalam acara pernikahan. Mereka memang sepasang raja dan ratu sehari. Refa meyakini hal itu untuk memunculkan aura positif, tidak ingin dihari pertama ia berstatus sebagai istri sudah menyelipkan satu pemikiran negatif pada suaminya ini.
Seingatnya, Fa’i belum makan malam, ia pasti lapar hingga tertidur. Ditangannya, sudah ada segelas susu dan sepiring cookies, hal itu cukup untuk mengisi kekosongan perut. Sengaja ia siapkan untuk suaminya. Tak menginginkan susu putih yang hangat itu mendingin, ia akhirnya memutuskan untuk membangunkan laki-laki yang kini tertidur di atas kasurnya.
“Mas Rifa’i..”
Fa’i menggeliat, tepatnya pura-pura menggeliat. Ia juga memicingkan mata layaknya orang yang baru bangun dari tidur lelapnya, sungguh akting yang sempurna.
“Eh?”
Refa duduk disebelah Fa’i, perempuan itu duduk dengan perasaan yang begitu campur aduk. Sementara Fa’i lekas merubah posisi berbaringnya menjadi duduk bersila. Sama-sama menghadap pintu. Suasana pasti awwkard sekali.
“Hmm, maaf ya tadi aku ketiduran sebentar. Kamu udah lama di sini?” ucap Fa’i, yang tetap membawa pandangan matanya lurus kedepan.
“Baru aja, maaf ya aku juga baru naik, soalnya ada beberapa keluarga aku yang baru datang,” balas Refa yang direspon anggukan oleh Fa’i.
Beberapa menit mereka hanya diam, mengamati sekeliling kamar yang sudah dihias begitu manis, aroma terapi yang juga menenangkan serta suasana yang tenang. Fara mengakui kamarnya kini berubah 180 derajat daripada biasanya. Sekalinya berbicara, mereka malah kompak saling menyapa, memanggil nama.
“Mas Rifa’i.”
“Refa..”
“Eh” kompak.
Keduanya tertunduk, menyembunyikan seringai tawa yang naluriyah tercipta. Ah, lucu sekali pasangan ini, membuat siapapun akan gemas sendiri ketika melihatnya.