Aku di Sudut Kota pada 90'

Andhika Fadlil Destiawan
Chapter #2

Mawarku

Kurang lebih seperti itu sedikit banyak garis besar atas orientasiku dan latar belakang kehidupanku, setelahnya inilah kisahku yang aku tulis dengan berupa coretan tidak seberapa ini, dari hasil ingatan beberapa tahun lalu yang aku coba ingat-ingat di kamar sambil rebahan dan musik dari Dewa 19 yang menemaniku karena cuaca di luar sedang hujan, dan inilah kisahnya:

Agustus tahun 1997, bisa dibilang masih tahun awal aku memasuki kuliah, aku jatuh cinta dengan perempuan, akan tetapi aku dengannya berbeda kampus, dia adalah teman dari teman SMA ku dulu yang bernama Rizal yang kebetulan mereka satu kampus. Singkatnya berawal aku main ke kosnya, kami berdua ngobrol santai, bercerita tentang masa SMA sampai berbagi cerita tentang budaya kampus satu sama lain, sampai menyinggung pembahasan soal percintaan satu sama lain, di akhir obrolan kami, dia bilang kepadaku untuk mengenalkan dirinya ke teman-teman perempuan di kampusku, di awal kuliah aku memang belum memiliki teman dekat perempuan di kampus dan aku tipikal orang yang tidak bisa mendekatkan teman-temanku, karena hal itulah aku iseng minta balik ke Rizal untuk mengenalkanku pada teman perempuannya, ternyata Rizal menganggapinya dengan serius atas keisenganku yang aku lontarkan, disitulah dia menyarankan satu nama kepadaku, dia bernama Dani perempuan asal Surakarta, Jawa Tengah, Rizal memperlihatkan fotonya yang dia punya di buku teman angkatan yang berisi daftar mahasiswa seangkatan yang dia bikin waktu ospek, dia memang cantik dari hanya melihat foto saja aku bisa kagum dengan parasnya, karena dari iseng berubah dari tanggapan serius maka aku semakin menjadi-jadi, aku pun meminta nomor telepon rumahnya ke Rizal yang tercantum di buku angkatan, bahkan sebelum aku mengirim pesan ke Dani, aku meminta Rizal untuk bilang terlebih dahulu kepadanya bahwa aku meminta nomor telepon rumahnya, lalu Rizal menelponnya melalui telepon kosnya, kata Rizal Dani memperbolehkan aku meminta nomornya, dari situlah aku memulai menghubungi Dani melalui telepon rumah atau telepon umum.

Sampai pada akhirnya aku dengannya ada kesempatan untuk bertemu karena aku membeli eggroll yang aku pesan kepadanya, karena kebetulan Dani mengisi waktu luang kuliah dengan berjualan, eggroll adalah alasan buatku agar bisa menemuinya, karena kebetulan dia berjualan kue kering seperti nastar, eggroll dan sejenisnya. Aku ketemuan dengannya di salah satu “burjonan” (warung kecil yang menjual aneka makanan dengan harga relatif murah dan ramah kantong bagi kalangan mahasiswa yang tersebar di beberapa tempat di Jogja terutama sekitaran lingkungan kampus, burjonan diambil dari kata bubur kacang hijau atau burjo karena juga menyediakan bubur) yang lokasinya tidak jauh dari kosnya.

---

Pertama kali aku bertemu dengannya, dia nampak canggung dan takut denganku, aku berusaha mencairkan suasana dengan mencari topik obrolan yang lucu agar suasana tidak tegang, setelah suasana mencair dan kami sudah berhasil berinteraksi dengan biasa, dari dimulai bertukar cerita soal kuiah sampai menyinggung soal pertemanan dan percintaan, dia menceritakan beberapa hal kepadaku, bahwa dia memiliki pengalaman pernah diganggu oleh semacam gerombolan orang yang tidak dikenal, yang suka mengganggu pejalan kaki di Jogja pada malam hari, dia juga pernah memiliki pengalaman pahit dengan mantannya, pernah diperlakukan kasar dan diduakan, sehingga wajar saja ketika dia pertama kali melihatku terlihat sedikit ketakutan, ditambah penampilanku yang terlihat berantakan, berambut gondrong memakai celana jeans hitam model sobek di bagian dengkul andalanku, sebenarnya bukan model juga, hanya memang di bagian lutut kiri ada sobekan yang lebar karena terkena paku dan aku sengaja menyobek bagian lutut kanan agar sama.

Bagi dia mungkin sedikit tabu melihat cowok gondrong sepertiku karena di kampusnya hampir tidak ada mahasiswa yang gondrong karena kebanyakan rapi, ditambah soal pengalaman pahit yang dia ceritakan. Kurang lebih seperti itu awal pertemuan aku dengannya, sampai pada akhirnya aku dengannya sedikit demi sedikit semakin dekat, dari yang berawal dia orang yang cuek, menjadi perhatian satu sama lain, dari yang jarang bertemu sampai sering jalan bareng, sampai pada akhirnya aku dengannya memutuskan untuk pacaran, walaupun awalnya aku sempat punya pikiran naif ketika aku sudah mengetahui dia punya perasaan denganku dan kita sudah saling suka, pikiranku malah berkata aku tidak ingin menjalin hubungan pacaran dengannya karena aku takut kenal yang namanya putus hubungan ditambah pacaran bagiku hanya sebuah kalimat status, tidak lebih dari itu, tetapi namanya perasaan sudahlah pasti membutuhkan kepastian, sehingga aku dengannya tetap memutuskan untuk menjalin hubungan pacaran, kehadiran dia di hidupku bisa mengalihkan perhatianku soal kebencianku kepada ayahku, sampai pada akhirnya tepat di tanggal 22 November tahun 1997 kami resmi berpacaran.

Lihat selengkapnya