Hari demi hari sangat berat aku jalani, terlebih keadaan yang sedang menekanku waktu itu, diriku merasa hampa karena hilangnya dia dari hidupku, sempat aku bingung dengan cara seperti apa untuk menawar rasa sakit hatiku waktu itu maupun cara untuk mengalihkan perhatianku kepadanya yang tidak kunjung pergi, keseharianku merasa membosankan, aku banyak menghabiskan waktu di kamar, sempat sesekali aku coba untuk berbaur dengan teman-temanku baik di lingkungan rumah nenek maupun di kampus, rasanya sangat tersiksa sekali diriku, seakan aku terasa sepi di tengah keramaian, belum lagi setelah usai berkumpul bersama mereka, ketika pulang dan kembali sendiri rasanya hampa, sebenarnya aku punya 2 teman dekat di kampus yang bernama Adit dan Nabila yang kebetulan mereka berdua berpacaran dan Adit merupakan teman kelasku sekaligus gitaris di bandku yang memiliki nasib sama karena kuliah tidak kunjung lulus, beberapa kali mereka menemaniku dengan datang ke rumah nenek atau menghampiriku ketika lagi di luar rumah di tengah kehampaan perasaanku, hanya saja perasaanku masih terasa sepi, seandainya saja jika personil bandku masih lengkap ada di Jogja semua, mungkin aku bisa melampiaskan kehampaanku dengan bermusik, dengan ikut di event akhir bulan maupun manggung di kedai-kedai kopi, walaupun aku sadar akan banyak tidak fokusnya ketika latihan di studio, tapi paling tidak itu semua bisa menjadi ruang hiburan buat diriku, saat itu mungkin aku hanya dikelilingi oleh larut kesedihan jika berdiam diri dan tidak aku lawan, sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi untuk mencari kedamaian dengan melakukan aktifitas di luar ruangan, gunung menjadi sasaranku untuk kupilih menjadi tempat membuang rasa sakit di waktu itu, aku memutuskan melakukan pendakian sendiri ke gunung Merbabu dengan melewati jalur Tekelan, yang terletak di Semarang, Jawa Tengah dengan skema menginap di basecamp semalam dan menginap di gunung selama dua hari.
---
Aku memutuskan memilih jalur Tekelan karena bagiku jalur tersebut tergolong sepi dibanding jalur lain, di samping itu juga jalur Tekelan merupakan jalur yang tergolong tua sehingga dipikiranku akan sangat membantuku untuk mencari ketenangan baik dalam jalur maupun di area camping. Tepat hari Sabtu siang aku memulai mempersiapkan diri mengemasi barang bawaanku sebelum berangkat, setelah semuanya terkemas dalam carrier, aku berangkat dari rumah nenek pukul 7 malam dengan mengendarai motor, di tengah perjalanan aku menyempatkan diri mampir ke minimarket untuk membeli kebutuhan logistik yang menjadi bekal makanan maupun minuman di gunung, setelah berbelanja kebutuhan logistik aku melanjutkan perjalanan menuju basecamp.
Aku tiba di basecamp sekitar pukul setengah 10 malam, dan menginap di basecamp sebelum melakukan pendakian di esok harinya untuk aklimitisasi atau penyesuaian suhu. Kupikir dinginnya suhu lereng Merbabu dan capeknya badan karena perjalanan dari rumah nenek sampai ke basecamp akan membuatku bisa untuk tidur, nampaknya tidak, aku masih tetap merasakan susah tidur, kegalauan tetap saja mengelilingi perasaanku dan sosok Dani selalu tampak di pikiran, sejatinya badan terasa capek dan mata terasa ngantuk hanya saja untuk berusaha memejamkan mata terasa susah, sampai pada akhirnya aku tertidur pada sekitar pukul 2 malam dan terbangun pukul 5 pagi.
---
Seusai aku bangun dan selesai sholat subuh, aku melakukan registrasi pendakian pada pihak basecamp, lalu untuk mengisi waktu sampai pukul 8 pagi aku berusaha bercengkrama dengan pendaki lain yang sama-sama menginap di basecamp, walaupun bibir ini rasanya ingin banyak diam dan ingin menyendiri, tapi tidak ada salahnya aku ngobrol santai sembari minum kopi dan menghisap rokok untuk menjadi teman obrolan. Dari situlah aku menjadi mendapat 2 kenalan baru teman pendaki bernama Andre yang berasal dari kota Kudus dan Erika yang berasal dari kota Jepara, mereka berdua merupakan teman satu kampus di salah satu universitas di kota Semarang. Kami bertiga berbincang-bincang dari tentang pendakian gunung, bertukar pengalaman soal pendakian gunung-gunung yang telah disambangi dari masing-masing dari kita yang menjadi cerita panjang. Waktu itu aku menceritakan pendakianku di gunung Semeru, Argopuro, Welirang, Sumbing, Sindoro, Lawu sampai cerita pendakian ke Merapi yang pernah aku daki melewati lereng selatan yang waktu itu jalurnya masih buka, sebelum jalurnya ditutup oleh pihak Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM).
Tidak terasa waktu sudah memasuki pukul 8 pagi, obrolan kami bertiga yang sangat panjang terhenti karena Andre dan Erika mulai mengemasi barang bawaannya dan mempersiapkan untuk mengikuti simaksi yang kebetulan ada 2 rombongan yang akan mulai melakukan pendakian di pagi itu, sedangkan aku pergi ke warung makan di sekitaran basecamp untuk sarapan sebelum melakukan pendakian, sembari memberi jarak waktu antara aku dengan rombongan lain yang akan berangkat. Seusai aku sarapan dan waktu sudah memasuki pukul 9 lebih, aku kembali ke basecamp untuk mengemasi barang bawaanku dan bersiap untuk berangkat, setelah semuanya siap, aku melakukan check in barang bawaan sekaligus berpamitan dengan pihak penjaga basecamp untuk melakukan pendakian.
---
Aku beruntung sekali karena tidak ada rombongan lain yang bareng denganku pada pagi itu, terlebih merbabu terlihat sangat cantik dari basecamp, dan cuaca sedang cerah. Pijakan demi pijakan tidak terasa berhasil membawaku tiba di pintu rimba, dimana merupakan gerbang pendakian sekaligus batas pemukiman warga dan hutan, kurang lebih sekitar 45 menit aku berjalan dari basecamp, aku menyempatkan berhenti sekitar 3 menitan untuk minum air putih dan istirahat sebentar, setelahnya aku lanjut menuju pos 1. Aku berjalan sangat santai sekali, tanpa tergesa-gesa, bahkan sangat sering buat aku untuk berhenti sejenak di tengah jalur untuk istirahat, aku memang tidak mengejar waktu untuk sampai di area camping di waktu sekian, bagiku sudah bukan saatnya lagi aku menerapkan pemikiran seperti itu, aku berprinsip bahwa naik gunung bukan untuk bisa mencapai puncak, akan tetapi naik gunung untuk bisa kembali pulang, karena tidak akan ada artinya berjalan tergesa-gesa demi waktu yang ditarget akan tetapi membahayakan keselamatan dengan mempertaruhkan fisik dan tenaga. Karena sejatinya puncak tidak akan lari, nikmati saja prosesnya langkah demi langkah, dan pemandangan indah yang tuhan karuniakan untuk dinikmati bukan untuk diabaikan.
---

Aku tiba sampai pos 1, keadaan sangat sepi tidak ada seorangpun disana, aku menyempatkan istirahat 10 menitan disana, dan mengisi kembali air putih di botol yang sudah berkurang karena aku minum agar tetap penuh, mumpung bertemu mata air batinku, setelah istirahat aku melanjutkan jalan menuju pos 2, sedikit demi sedikit pohon yang tadinya banyak menutupi aku dari sinar matahari mulai merenggang, sinar matahari mulai semakin menyinari tubuhku, jalan dari pintu rimba sampai pos 2 memang tidak begitu banyak tanjakan, masih banyak trek yang landai, sesampainya di pos 2 aku bertemu 4 orang pendaki yang mereka kemungkinan baru saja selesai istirahat dan berjalan turun, aku sempat bertanya kepada salah satu seseorang dari mereka terkait cuaca di puncak, dia bilang bahwa di hari sebelum-sebelumnya sering hujan di waktu sore hari sampai malam hari, dia menyarankan kalau sebelum jam 3 sore aku sudah berada di area camping untuk mendirikan tenda, karena akan repot sekali berjalan di saat hujan di gunung, mereka lalu melanjutkan perjalanan untuk turun sedangkan aku memutuskan istirahat di pos 2, melihat jam tangan waktu masih menunjukkan pukul 11 sedangkan aku berangkat dari basecamp jam 9 lebih itupun dengan berjalan santai dengan banyak berhenti, ternyata ini semua tidak seperti perkiraan, melihat peta jalur yang aku pelajari di basecamp seharusnya aku belum sampai, karena waktu sudah pukul 11 lebih dan sebentar lagi memasuki waktu duhur, aku memutuskan untuk istirahat di pos 2 sembari menunggu waktu sholat dengan menyeduh kopi.