Aku, Dia, dan Masa Lalu

Nur Aini Rasyid
Chapter #10

Bab 9

"Habis darimana aja Nata?"

Bang Rio kini berdiri di ambang pagar rumah. Ia menatapku dengan tatapan tajam. Ya, aku tahu kalau dia sedang marah karena aku pulang malam-malam seperti ini tanpa mengabarkan orang rumah. Bahkan hari ini pun aku tak mengatakan sama sekali bahwa aku ada kegiatan ekskul di Bekasi.

"Pulang ekskul bang."

"Kamu tahu sudah jam berapa ini? Ekskulnya ngapain sih, sampai jam segini baru pulang?"

"Mama, mana?" ucapku balik bertanya sambil melihat-lihat sekitar rumah.

"Beruntung banget kamu ya. Untungnya Papa sama Mama pergi sejak tadi sore," ucap Bang Rio sebal.

"Oooh gitu. Emangnya Mama gak kasih tahu Bang Rio aku bakalan pulang telat?"

"Nggak tuh. Emang kamu sudah ngabarin Mama?"

"Ya, sudah tanya aja sendiri nanti sama Mama. Sudah ah. Aku capek. Mau tidur," ucapku sambil berlalu meninggalkan Bang Rio.

Sebenarnya aku berbohong, maafkan aku ya Bang Rio. Tapi, aku terlalu capek untuk mendengar ocehan abang. Benar-benar capek. Bohongku akan ketahuan itu, urusan belakangan deh. Yang penting, sekarang aku mau tidur dulu, supaya nanti kalau Mama pulang dan aku ketahuan bohong, aku tak akan bisa dimarahi karena aku sudah tidur. Hahaha!

***

Malam itu kupikir aku bisa tidur nyenyak, tetapi nyatanya tidak. Aku terbangun ditengah malam karena mimpi buruk dan sialnya mimpi tersebut bukan merupakan mimpi yang penting untuk diceritakan disini. Bisa-bisa cerita ini dapat berubah genre.

Kesialanku tak berhenti sampai situ saja. Kepalaku terasa berat dan badanku tersa sangat tidak enak. Jangan berpikiran macam-macam, ini tak ada hubungannya dengan hal ghaib ya! Mungkin ini efek yang kudapat setelah kejadian tadi siang. Kalau kalian lupa, biar kuingatkan. Tadi siang itu aku hampir hanyut terbawa arus sungai yang deras. Beruntung aku tidak berakhir mengambang di sungai seperti kotoran manusia.

Aku melihat jam dinding yang terpaku dengan kokoh di tembok seberang kasurku. Waktu menunjukkan pukul dua pagi. Aku menggerakkan dan mengumpulkan seluruh tenagaku untuk bangun dari kasur. Aku harus meminum obat. Obat demam? Obat sakit kepala? Entahlah apa yang ada di dapur akan kuminum semuanya.

Aku berjalan keluar kamarku tanpa menyalakan lampu. Membiarkan kondisi kamarku, ruang keluarga, dan dapur tetap dalam keadaan gelap. Aku tak ingin membangunkan siapapun.

'Biasanya Mama simpan obat dimana ya?' tanyaku dalam hati.

Aku mencari-cari kotak obat di sekitar dapur. Mengobrak-abrik lemari yang berada di sana. Mencari-cari hingga setiap sisi dan sudut dapur. Setelah beberapa menit mencari, tak kunjung kutemukan pula keberadaan kotak obat tersebut. Akhirnya aku memutuskan untuk mencarinya di ruang keluarga. Namun, saat kakiku telah menginjak area ruang keluarga, langkahku tiba-tiba terhenti.

Tubuhku membeku seketika. Bulu kudukku pun berdiri. Suasana seketika begitu senyap dan dingin. Ada seseorang di ruang keluarga. Astaga kalau saja aku tak bermimpi buruk tadi aku tak akan menjadi takut seperti ini. Kuberanikan diri untuk menyalakan lampu. Begitu lampu menyala dan menerangi ruangan, aku pun dapat bernapas lega. Ternyata Mama rupanya sedang tidur di sofa ruang keluarga. Eh, tunggu dulu!

'Mama ngapain tidur di sini?' 

Saat itu aku mendekatkan diri ke tempat Mama berada. Niatku ingin membangunkan Mama. Aku kira Mama ketiduran di ruang keluarga. Namun begitu melihat wajah Mama kuurungkan niatku. Mata Mama terlihat sangat bengkak, sepertinya Mama habis menangis. Dugaanku itu pun diperkuat dengan keberadaan sapu tangan Mama yang berada di atas meja. Sapu tangan itu basah dan berlendir.

Selain sapu tangan yang berada di atas meja, ada benda lain yang menarik perhatianku. Sebuah gelas dan bungkus obat tergeletak di sana. Aku pun mengambil bungkus obat tersebut.

'CTM?'

Ku alihkan tatapanku pada Mama. "Mama sakit apa?"

***

Lihat selengkapnya