“Jadi ada apa ngajak ketemuan hari ini?”
Rere menutup laptopnya, memasukkannya ke dalam tasnya dan mulai fokus pada Agni.
“Ini, Mbak.” Agni mengeluarkan undangan pernikahan dari dalam tasnya dan memberikannya pada Rere. “Ini undangan pernikahanku. Kita udah temenan setahun ini, jadi kurasa hubungan kita udah dekat. Jadi aku mau Mbak datang ke pernikahanku sekalian aku kenalin sama calon suamiku.”
Rere menerima undangan Agni, membacanya dan tersenyum bahagia melihat ke arah Agni. “Selamat untuk pernikahannya, Agni. Aku turut bahagia dengan berita ini.”
“Mbak datang kan?” Agni bertanya lagi.
“Ehm … soal itu, aku enggak bisa janji. Tapi akan aku usahakan.” Rere tersenyum sembari memasukkan undangan pernikahan Agni ke dalam tasnya.
Slurrp!
Agni melihat Rere-teman rahasianya selama setahun belakangan ini. Rere bisa dikatakan sangat misterius. Agni berulang kali bertanya tentang dirinya tapi tak pernah ada jawaban pasti dari Rere. Misalnya soal pekerjaannya. Agni beberapa kali pernah bertanya apa tepatnya pekerjaan Rere, tapi Rere hanya menjawab pekerjaannya berhubungan dengan buku.
Melihat Rere selalu sibuk dengan laptop dan kadang tabletnya, Agni pernah menduga bahwa Rere mungkin adalah penulis atau editor. Hanya saja jika Rere adalah penulis, mungkin Rere tidak menggunakan namanya yang asli sebagai penulis karena tak ada satupun orang yang meminta tanda tangan Rere ketika di kafe bersama dengan Agni. Pada akhirnya jawaban yang Agni berusaha dapatkan hanya samar-sama saja.
Selain masalah pekerjaan, Agni pernah beberapa kali bertanya tentang keluarga Rere dan di mana tempat tinggalnya. Tapi sekali lagi, Agni tidak mendapatkan jawaban pasti.
“Rumah Mbak di mana? Rumahku ada di dekat mall XX.”
“Rumahku? Rumahku enggak aku bawa, soalnya berat. Aku bukan siput yang selalu bawa rumah ke mana-mana.”
Agni ingat saat memberikan jawaban itu, Rere menjawab dengan tertawa kecil dengan santainya.
“Trus Mbak punya saudara? Gimana dengan keluarga Mbak? Kalo aku, aku anak tunggal. Jadi ketemu sama Mbak dan bisa kenal Mbak rasanya kayak punya saudara. Dari kecil, aku ingin sekali punya saudara. Aku selalu iri dengan teman-temanku yang punya kakak atau adik.”
“A-aku juga anak tunggal. Tapi di masa lalu, aku pernah punya kakak dan adik kayak Mbak.”
Karena merasa Rere tidak ingin menceritakan masalah pribadi dan keluarganya, Agni berhenti mencari tahu soal Rere. Tapi meski begitu … Agni cukup nyaman bicara dengan Rere. Agni suka bicara dengan Rere dan masalah-masalah yang dihadapinya. Sebagai teman yang lebih dewasa, Rere selalu bisa memberikan solusi bijak untuk setiap permasalahannya bahkan masalah saat Agni pernah bertengkar hebat dengan Redo.
“Dari ceritamu, pacarmu itu bukan tipe pria yang deketin cewek duluan kan? Pasti kamu yang deketin dia duluan kan?”
“Loh Mbak kok bisa tahu?”
“Di masa lalu aku juga punya teman yang bermasalah dengan pacar seperti itu. Mau aku kasih tahu cara ngadepin tipe pria seperti itu?”
“Mau, mau, Mbak.”
Apa yang Rere nasihatkan hari itu benar-benar berhasil. Agni berhasil membuat Redo berhenti marah padanya dan hubungannya yang nyaris kandas, berhasil diselamatkan.
“Kamu mau kado apa dari aku?”
Rere mendadak bertanya dan membuat Agni tersentak dari lamunannya mengingat masa-masa setahun berteman dengan Rere.