“Setelah itu, apa Andre berhenti mengganggu Redo?” tanya Agni.
“Ya dia berhenti mengganggu Redo dan itu semua berkat Gina.”
“Apa yang terjadi?”
Meski merasa cemburu dan iri dengan bagaimana Redo di masa mudanya yang bertindak gegabah demi Gina, Agni juga merasa sangat penasaran dengan Redo di masa itu.
Buk, buk!
Redo baru saja melemparkan bola basket yang berhasil direbutnya dari Andre dan melemparkannya ke ring.
“Yey!”
Suara sorakan terdengar bersamaan setelah bola masuk ke dalam ring. Banyak murid lain meneriakkan nama Redo karena berhasil mengalahkan salah satu pemain basket terbaik di sekolah ini. Dengan masuknya bola itu, menandakan Redo berhasil mendapatkan poin lebih dulu dari Andre dan Redo memenangkan taruhannya.
“Aku menang,” ujar Redo. “Tepati janjimu! Dan jangan ganggu aku lagi!”
Andre yang tidak mengira hasil ini, benar-benar dibuat kesal oleh Redo dan seluruh penonton di lapangan yang terus menerus meneriakkan nama Redo.
“Aku enggak terima kekalahan ini! Ayo tanding ulang!”
“Kenapa? Sebagai laki-laki dan pemain basket hebat di sekolah ini, kamu enggak terima kamu kalah oleh anak sepertiku?” Redo membalas dengan senyum sinisnya. Nyatanya Redo-lah yang menang dan kemenangan ini jelas bisa sedikit dibanggakannya terutama di depan anak yang sok-sokan seperti Andre yang mengira dirinya hebat.
“Tanding ulang!”
“Aku enggak mau!”
Andre semakin kesal karena Redo menolak untuk bertanding lagi. Kekesalannya kemudian memuncak. Andre mengambil bola basket yang ada di lapangan dan bersiap untuk melemparkannya ke arah Redo-tepatnya kepala Redo.
Buk!
Buk, buk!
Bola itu berhasil dilemparkan oleh Andre, tapi tepat sebelum mengenai Redo, Gina muncul dan memukul bola itu menjauh dari Redo.
“Cih! Aku enggak nyangka punya teman seburuk kamu, Ndre!” ujar Gina dengan wajah kesalnya. “Kamu sudah kalah! Terima kekalahanmu! Belum cukup kamu mempermalukan dirimu, kamu masih membuat dirimu lebih malu dari ini? Lihat sekitarmu, Ndre!”
“Tapi aku, Gina-”
“Enggak ada tapi-tapian, Ndre! Aku malu, malu sekali punya teman kayak kamu!”