AKU HARUS MENERIMA

FAJAR BASKORO
Chapter #1

HARI YANG SELALU SAMA

Jam 05.43.

Suara Aqil memecah pagi seperti sirine di tengah kota yang belum sepenuhnya bangun.

“AYAAAH! Di mana baju dinosaurusku yang BIRU?! Aku harus pakai hari ini! Sekarang!”

Raka membuka matanya, pelan. Pandangannya kabur, tubuhnya terasa berat. Kepala masih nyeri dari tidur yang tak pernah cukup. Tapi suara anak pertamanya—yang kini seperti alarm tetap setiap pagi—memaksanya bangkit.

Ia menoleh ke sisi ranjang. Vina masih memunggunginya, selimut naik sampai leher. Tak bergerak. Sudah seminggu ini Vina seperti itu: bangun terlambat, tak ikut membantu pagi-pagi, dan kalaupun bangun, hanya diam.

Raka duduk di tepi ranjang, menekuk tubuh, dan memijit pelipisnya. Hari baru, tapi rasanya seperti lanjutan dari semalam, dan semalam sebelumnya, dan malam-malam sebelumnya. Hidupnya seperti kaset rusak yang berputar tanpa bisa di-pause.

Langkah kakinya berat saat ia berjalan ke kamar Aqil. Anak itu berdiri di depan lemari, bajunya acak-acakan, sebagian tergantung, sebagian sudah berserakan di lantai. Tangannya menarik-narik kaus, wajahnya merah, matanya membulat penuh emosi.

“Aku udah janji sama Rexus kemarin! Kalau aku enggak pakai baju dinosaurus biru, dia enggak mau ngomong lagi sama aku!”

Rexus. Nama yang baru dua minggu terakhir muncul. Boneka robot plastik kecil pemberian pamannya. Tapi di kepala Aqil, Rexus adalah sahabat sungguhan. Dan janji padanya lebih sakral dari apapun.

Raka mengusap wajahnya. “Aqil... dengar. Bajunya belum kering. Tapi ayah punya ide. Yang hijau itu... ada gambar T-Rex. Mirip, kan?”

“NGGAK SAMA!” Aqil menghentakkan kaki, lalu mulai mengayunkan tubuh ke depan dan ke belakang. Sebuah pola yang Raka sudah hafal. “T-Rex biru itu buat hari ini! Hari INI! Hari INIIII!”

Suara mulai meninggi. Napas Aqil memburu. Kalau tak segera ditenangkan, amukan itu akan memuncak.

Raka jongkok perlahan, berusaha mengurangi tinggi badannya. “Nak, dengarkan ayah... Kita bisa buat baju itu jadi biru. Kita gambar ulang T-Rex-nya nanti sore, ya?”

Aqil mendadak berhenti. Wajahnya masih tegang. Tapi ekspresinya berubah. “Pakai... spidol?”

Raka mengangguk. “Pakai cat kain. Yang biru. Ayah janji.”

Lihat selengkapnya