Aku, Hujan, dan Pelangi

Calse Ratnasari Soegiarto
Chapter #15

Memaafkan

Lembar kesepuluh, foto dari jeruji penjara yang entah Arya comot dari mana, kemudian terdapat tulisan, “Memaafkan bukan untuk membiarkan yang bersalah padamu terbang tanpa beban. Tetapi agar jiwamu terbang tanpa beban, agar kamu mampu menghidupi hidupmu yang masih panjang dan tersisa. Semoga, tiba saat dimana kamu memaafkannya, Ki. Aku akan selalu mendukungmu, meski ragaku sudah tidak disisimu lagi,”

***

“Kiara?” Seorang pria dengan mata berkaca-kaca menatapku tidak percaya. Cahaya sedikit menrobos masuk dari ventilasi jendela di atas kepala. Aku melempar pandangan. Berusaha tidak menatapnya.

“Bapak ingat, sekitar tiga tahun lalu, saat aku dan bapak saling bertemu untuk pertama kalinya?” tanyaku sambil menatap tembok semen, seolah pria yang kupanggil Bapak ada disana, alih-alih di hadapanku, terpisah meja kayu.

“Saat itu kamu pergi, dan setiap hari bapak menanti. Berharap suatu saat kamu menghampiri Bapak, mengunjungi Bapak. Meski dengan penuh dendam dan kata-kata kejam,” kalimatnya menghujam jantungku. Mataku pedih dan membasah. Mati-matian aku menahan kedipan mata, agar air matanya tidak mengalir. Teringat olehku, akan Arya, sehari setelah acara bakti sosial. Alasan mengapa setelah bermimpi aku memutuskan untuk mengunjungi Bapak, setelah tiga tahun lamanya.

***

‘Ada apa minta ketemu? Mau narik pernyataan cintamu, setelah berhasil mengorek semua identitasku?’ tanyaku sinis. Arya diam menatapku. Matanya yang teduh seolah menyimpan banyak makna.

           ‘Aku bisa mencari tahu, tapi aku memilih tidak melakukannya. Itu privasimu,’ terangnya, ‘dan aku tidak mau menarik pernyataan cintaku, aku sudah bilang aku akan berupaya mencintaimu, apapun yang terjadi’ Aku mendengus menatap Arya, kepalaku menggeleng tidak percaya.

           ‘Tolong berhenti,’ mohonku pada seseorang, untuk pertama kalinya.

           ‘Ki...,’

Lihat selengkapnya