‘Ki, pernah dengar Peri Hujan?’ tanya Arya tiba-tiba saat hujan mulai merintik dengan deras. Aku menatap Arya, dan tersenyum miring.
‘Mau dongeng lagi, ya?’ ledekku. Arya tersenyum kecil. Hari ini, kami berhasil melewati hari terakhir ujian kelulusan. Sebentar lagi Arya pergi ke Australia, terpisah dariku berjuta-juta kilo meter jauhnya. Mungkin, itu sebabnya Arya sering membuat dongeng-dongeng sendu akhir-akhir ini. Isinya hanya perpisahan saja.
‘Jadi...,’ Arya tidak menjawab pertanyaanku dan meneruskan bercerita, ‘Si Peri Hujan, memiliki kemampuan supranatural yaitu membuat hujan selalu muncul di sekitarnya.’ Arya menunjuk udara kosong.
‘Kalau Peri Hujan ke kanan,’ telunjukknya dengan cepat bergerak ke kanan, seolah ada makhluk kasat mata berukuran micro menempel pada telunjuknya, ‘hujan akan pindah ke sebelah kanan. Kalau dia pindah ke kiri,’ kembali tangannya bergerak ke sebelah kiri, ‘hujan akan bergerak ke sebelah kiri.’
Aku tersenyum miring, membenarkan posisi berdiri, menatap wajah Arya sepenuhnya. Menyimak ceritanya lebih dalam,
‘Karena hujan selalu mencolok, Sang Peri menjadi malu dan selalu bersembunyi. Sampai tanpa sengaja ia bertemu dengan seorang Putri yang cantik. Sayangnya, Putri itu alergi hujan,’ aku menaikkan kedua alisku dan menggangguk. Nampaknya Arya telah meledekku sebagai Sang Putri, sementara dirinya ialah Sang Peri Hujan.
‘Lantas?’ tanyaku.