Aku Ingin Ayahku Mati!

Putri Zulikha
Chapter #25

BENCI TAPI CINTA

Terkadang, kita sangat membenci orang yang kita cintai.

Meskipun ayahku gila, terkadang dia menampakkan perhatiannya padaku. Bagaimanapun juga aku mencintainya sama seperti ibuku. Aku cinta ketika dia datang ke sekolahanku dan bilang ke temanku untuk tidak mengganggu anaknya. Waktu itu teman-temanku takut akan kedatangannya ke SD karena mereka sering mengatai-ngatai aku sebagai anak orang gila. Mereka sering menyebut-nyebut nama ayahku untuk membullyku. Ketika aku cerita ke ayah, dia langsung menemui mereka.

“Jangan nakal ya. Ana jangan diganggu.”

Akan tetapi, karena mereka hanya dikasih tahu secara baik-baik, mereka tidak takut lagi dengan ayahku.

Meskipun satu desa mengetahui bahwa ayahku gila, aku tidak pernah malu karenanya. Aku selalu mengakui dia sebagai ayahku dalam kondisi apa pun. Aku tidak malu memboncengkannya untuk periksa ke dokter ketika sakit. Beberapa kali aku juga mengantarkannya membeli makanan. Tidak ada orang yang tahu kalau ayahku orang gila jika dia sedang baik-baik saja. Orang yang belum mengenalnya pasti mengira dia orang normal.

Meskipun hidupnya dikacaukan, Ibuku akan sangat mengkhawatirkan kondisi ayahku jika sakit. Dia selalu rewel kepadaku agar segera memeriksakan ayahku ke dokter. Padahal, jika sedang tidak waras, dia sering terkena amarah ayahku. Tidak hanya ibu, aku juga sering menanyakan keberadaan ayahku jika dia tidak ada di rumah. Kalau ada pun dia pasti bikin rusuh hingga ingin segera aku mendengar kabar kematiannya, tapi kalau tidak ada, aku cari juga.

Barangkali, jika ayahku meninggal dunia, aku dan ibuku akan tetap menangisi kepergiannya. Namun, jika dia sedang mengamuk kami ingin dia segera mati saja. Bahkan, kata yang kami gunakan pun berbeda untuk mengungkapkan rasa emosional kami kepadanya.

Tanpa kehadiran ayah, hidupku dan ibu akan berubah total. Mungkin kehidupanku akan lebih nyaman tanpa gangguan setiap saat. Aku bisa tidur nyenyak dan pergi sesukaku. Teman-temanku bisa bebas main ke rumahku tanpa khawatir terkena amarah ayahku. Tanggungan hidup juga lebih ringan. Aku tidak lagi bingung menjelaskan tentangnya ke pacarku dan aku tidak takut lagi jika pacarku main ke rumah. Tentu saja, kelak aku tidak akan malu pada mertuaku.

Aku sangat takut jika orang tua pacarku tidak merestui anaknya denganku karena kondisi ayahku. Akan tetapi, kami juga sebenarnya belum siap untuk kehilangannya. Terkadang, kita sangat membenci orang yang kita cintai. Lagi pula, meski sudah tidak ada, orang tua Kevin bisa saja tetap tidak setuju jika mereka berpikir fakta ini akan tidak baik untuk nama baik keluarga dan keturunannya.

Andai saja gilanya ayahku seperti gilanya orang-orang lain yang berjalan-jalan tanpa tahu arah atau hanya cukup berteriak sesekali. Aku tidak akan pernah mempermasalahkannya. Yang aku benci dari penyakitnya itu adalah kata-kata kotornya yang melukai hati dan perilaku buruknya pada ibu dan keluarga Mbak Indah.

Aku dan ibu sangat menginginkan dia sembuh seperti sedia kala. Oleh karena itu, berbagai jenis pengobatan kami lakukan, seperti ke kyai dan dukun karena di rumah sakit jiwa ayahku tidak sembuh juga. Mungkin saja karena ayahku tidak meminum obat secara rutin atau memang terlampau sebentar di sananya. Terlebih lagi, penyakit gila ayahku cenderung tidak biasa.

Ibuku pernah minta tolong kyai. Katanya, ayahku disuruh memberi makan Pisang Raja. Akan tetapi, sampai habis bertundun-tundun pisang, ayahku belum sembuh juga. Akhirnya, ibuku mencoba ke dukun. Katanya, ayahku ditempeli banyak setan. Lalu, ibuku disuruh menimba air dari tujuh sumber. Bahkan, ibu harus mengambil air dari laut untuk dicampur dengan air dari tujuh sumber lainnya tanpa seorang pun yang boleh menemani. Kemudian, air itu disuruh untuk memakai mandi ayahku. Ayahku juga masih tidak waras dengan usaha itu.

Lihat selengkapnya