Jumat, 3 April 2020 dini hari aku melanjutkan cerita ini untuk kalian baca disertai curhatan Ulin lewat wa yang katanya mau merebut pacar orang, tapi hanya akan dijadikan gebetan. Bagaimana kabar resolusimu untuk tahun ini? Apakah covid-19 yang sekarang merajalela di berbagai penjuru dunia telah mengubah rencana hidupmu? Indonesia semakin dicekam olehnya.
Segala rencana indah pada tahun yang memiliki banyak tanggal cantik ini harus diurungkan. Pernikahan yang seharunya dimeriahkan, karena kemungkinan dilakukan sehidup sekali, harus berlangsung diam-diam. Akad dilangsungkan sesuai tanggal kesepakatan, tetapi resepsi harus diundur sampai berakhirnya pandemi ini yang entah sampai kapan.
Ada yang memaksakan resepsi dengan menjamin terhindarnya penyebaran virus ini ke para tamu, tapi tidak lama setelah acara itu berlangsung, beberapa tamunya positif terkena virus covid-19. Oleh karena itu, polisi membubarkan setiap acara resepsi yang akan dilaksanakan meskipun segala sesuatunya sudah disiapkan oleh panitia pernikahan dengan biaya yang tidak sedikit tentunya.
Bahkan, salah seorang temanku SMK tidak bisa menikah secara normal. Calon suaminya masih berada di Jakarta. Karena Jakarta menjadi zona merah dan tempat pertama kalinya penyebaran virus ini muncul di Indonesia, calon suaminya temanku tidak boleh mudik, sedangkan temanku dan keluarga kedua calon mempelai berada di Jawa Tengah.
Katanya, pernikahan mereka akan dilangsungkan dengan video call. Sedih sih, pasti rasanya akan berbeda. Ada momen yang hilang. Tidak ada adegan mencium tangan suami dan dicium keningnya oleh seorang lelaki yang saat itu juga telah halal dengannya. Tentunya juga, tidak ada malam pertama sampai keadaan memperbolehkan mereka bertemu.
Tidak hanya itu, sekarang desa-desa sudah memutuskan untuk lock-down mandiri meskipun pemerintah pusat tidak pernah mengumumkan adanya lock-down. Desaku salah satunya. Aktivitas masyarakat mulai dibatasi. Semua akses jalan masuk desa ditutup, hanya disisakan satu jalan utama saja. Yang masuk ke desa kendaraannya harus disemprot disinfektan dan tangannya disemprot hand sanitizer.
Hal itu sudah berlangsung selama empat hari. Tempat-tempat umum diawasi oleh pihak keamanan. Jika ada yang nongkrong atau berkerumun akan dibubarkan. Apalagi ABG ABG yang pacaran, “Sudah, Nak, ditahan dulu rindunya ya. Pacarannya jarak jauh untuk sementara waktu. Nanti kalau keadaan sudah membaik, mau tujuh hari tujuh malam kamu di simpang lima sama pacarmu ya silakan”. Bisa-bisanya aku ngomong seperti itu di saat aku juga menahan rindu kepada pujaan hatiku.
Kotaku awalnya masih aman-aman saja. Lalu, ada satu kejadian yang membuat gempar satu kabupaten, yaitu meninggalnya DPR RI dari kotaku. Setelah ditelusuri ternyata meninggalnya disebabkan oleh pandemi ini. Naas, tepat seminggu sebelum kematiannya, dia menyelenggarakan acara bagi-bagi masker ke pasar dan mengikuti berbagai kegiatan lainnya yang melibatkan masyarakat banyak sehingga banyak orang yang melakukan kontak langsung dengannya, seperti berjabat tangan.
Setelah berita kematian itu tersebar, kotaku yang semula masih lumayan ramai meskipun sekolah dan beberapa kantor sudah tidak berjalan seperti biasa, tiba-tiba menjadi zona merah. Kotaku menjadi trending di twitter. Jalanan menjadi sangat sepi. Bahkan, Jumatan ditiadakan di beberapa desa. Sebenarnya, pengumuman dari pemerintah pusat mengharuskan masyarakat untuk beribadah di rumah dulu, tapi beberapa desa masih tetap melangsungkan Jumatan dengan peraturan tertentu, seperti membawa sajadah dari rumah, memakai masker, dan dikasih jarak antarjamaah.
Pasar ditutup. Beberapa desa mengambil langkah untuk mengisolasi diri. Langsung dilakukan penyemprotan disinfektan di desaku pada pagi harinya karena berita tersebut diperoleh pada malam hari, hampir larut. Berita itu baru meluas dan membuat gempar pada waktu fajar.
Seperti biasa, setelah menyapu semua bagian sorum, aku duduk di tempatku sambil bermain ponsel. Melihat berbagai berita dan informasi di media sosial mengenai kejadin itu, aku segera menelepon orang yang bisa kumintai tolong untuk mengecek ibuku karena aku sedang bekerja.
“Hallo, Mbak. Eh assalamualaikum.” Tanpa menunggu jawaban aku langsung melanjutkan. “Tolong cekin ibuku dong mbak di rumah, sudah pulang atau belum. Makasih ya. Nanti segera kabari lagi.”
“Waalaikumsalam. Oke, bentar ya.”
Telepon dimatikan. Aku menunggu kabar dengan rasa khawatir. “Duh, kok lama sih nggak dikabar-kabarin.”
Ponselku pun bergetar dan aku segera membukanya. Tepat sekali ada pesan dari Mbak Indah.
Sudah pulang kok, An. Malahan sudah masak nasi di dapur tadi kulihat.
Membaca pesannya aku jadi terpikirkan sesuatu dan bergegas meneleponnya kembali.
“Mbak, tolong lagi ya bilangin ke ibu aku, suruh mandi sama cuci baju yang barusan dipakai di pasar ya.”