“Dibayar berapa kamu?! Dapat berapa semalam ha?”
Dia menghardikku dengan pertanyaan-pertanyaan gila. Ah aku lupa, dia memang sudah gila sejak dulu, tepatnya gila harta. Seharusnya aku sudah paham betul akan hal itu. Namun, tetap saja hatiku terpukul mendengar tuduhannya. Di saat-saat seperti ini aku menginginkan kematian ayahku tiba. Salahkah jika aku ingin ayahku mati? Aku teramat lelah memahami dan mengerti dia selama dua puluh tahun ini.
“Apasih!” Aku melewatinya, langsung masuk ke kamar, menghempaskan badan ke kasur. Malam ini tidak ada ritual membersihkan muka sebelum tidur. Apalagi untuk memakai krim malam, skin care rutin sudah tidak terpikirkan lagi di otakku kali ini. Pikiranku melayang ke masa-masa silam. Memori itu begitu jelas terulang kembali di pikiranku.