Hari-hariku berjalan seperti biasa, tetap pada rutinitas yang sama meski tanpa ayah. Ah ayah juga tidak mengambil andil banyak dalam hidupku. Hanya saja terasa kurang lengkap di hati. Aku tetap berpacaran dengan Kevin meskipun ibu tidak setuju. Kami tetap berkencan setiap Minggu meski dia tidak menjemputku di depan rumah. Kadang kala aku yang menjemputnya di depan gang atau bahkan di rumah. Beberapa kali juga kami menitipkan satu motor di parkiran 24 jam.
Beberapa bulan setelah kematian ayahku, ibuku mengadu sakit perut. Ternyata, setelah aku periksakan ke rumah sakit ibu mengidap penyakit yang serius. Ada tumor yang bersemayam di usus ibu. Aku merawatnya sendirian karena hanya aku yang tinggal bersama ibu. Beberapa kali Kevin menjenguk ibu. Bahkan, keluarga Kevin juga datang menjenguk selepas ibu melakuan operasi. Lama-lama hati ibu luluh juga dan membiarkan kami melanjutkan pacaran. Ketika keluarga Kevin datang untuk yang kedua kalinya, dengan maksud meminangku, ibu mengizinkan kami untuk bersatu. Namun, belum sempat kami duduk di pelaminan, ibu telah lebih dulu meninggalkanku.
Takdir hidupku ternyata tidak sebatas di situ. Sepertinya Tuhan benar-benar menyayangiku. Tujuh bulan tepat aku mengandung, kedua anak kembarku terlahir di muka bumi dan tak terselamatkan satu. Naasnya, berminggu-minggu lamanya anakku yang masih bernapas di inkubator juga memilih bersama kembarannya meninggalkanku.