Aku Ingin Ayahku Mati!

Putri Zulikha
Chapter #9

AIB (YULI)

Di kamarnya sendiri, gadis belia yang sudah harus menanggung beban atas kesalahan besar yang dia lakukan itu dirutuki sepi. Di tengah kesepian hatinya, telinganya begitu ramai, penuh dengan hujatan, makian, dan amukan banyak orang. Dari semua gunjingan atas dirinya, yang paling menyakitkan adalah kata-kata tajam yang keluar dari mulut keluarganya sendiri. Dia tahu dirinya salah. Dia telah mencoreng nama baik keluarga dan juga membuat keluarganya malu atas kesalahan yang dilakukannya.

“Bocah di sekolahin, ngehabisin banyak uang, malah bikin malu orang saja! Ibumu sampai rela merantau jauh buat mencari uang. Dia bekerja mati-matian di sana biar bisa nyekolahin kamu. Kamunya malah yang nggak nggak, Yul, Yul! Dosa apa aku harus menanggung malu seperti ini. Bocah kayak nggak dididik saja! Persis kayak bapaknya!”

Yuli diam saja. Dia sama sekali tidak menanggapi omelan neneknya dari luar kamar. Dia hanya meringkuk di atas kasurnya dan menangis, menghabiskan air mata yang tersisa.

“Mau jadi apa kamu itu he??! Kelakuanmu menjadi aib buat keluarga ini! Smp aja nggak tamat. Malah hamil anak orang! Dikeluarkan dari sekolah! Kamu pasti bakalan menyesal kelak setelah tahu rasanya menjadi seorang ibu, apalagi di waktu kamu masih kecil. Teman-temanmu masih tertawa main sana-sini, kamu harus di rumah mengurus anak. Teman-temanmu sekolah, kamu hanya di rumah, tidak punya teman!”

Neneknya terus menghujaninya dengan kata-kata yang keras. Bahkan, kalimat itu sudah diucapkannya berulang-ulang. Hal itu membuat telinga Yuli menjadi panas. Yang bisa dia lakukan hanyalah menutup telinganya dengan kedua tangan, tapi masih terdengar juga. Akhirnya, dia mengenakan headset dan menyetel lagu dari ponselnya, keras sekali. Kemudian, dia melipat bantalnya untuk menutupi telinganya agar suara itu tak terdengar lagi. Yuli menutup matanya dengan sisa-sisa air luka yang keluar dari sela-sela kelopak matanya.

Suara itu benar-benar sudah tidak terdengar. Bahkan, samar-samar pun tidak karena neneknya sudah berhenti mengomel. Yuli membuka matanya. Air matanya benar-benar sudah habis. Hidungnya panas dan matanya pun pedas. Mata itu terlihat sekali bengkak karena terlalu lama menangis, apalagi sambil merem. Di usapnya pipinya.

“Aku tahu ku takkan bisa, menjadi seperti yang kamu minta...” Yuli bernyanyi lirih dengan suara sengau dan seraknya karena usai menangis.

Kemudian, dia mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Dia mengirim pesan ke pacarnya yang juga dikeluarkan dari sekolah.

Yang kamu gimana? Terus kita gimana? Kamu bakal nikahin aku kan?

Yuli menunggu beberapa saat yang terasa sangat lama bagi gadis malang itu. Pesannya tidak juga mendapat balasan dari sang kekasih hati.

“Yang ayolah. Jangan kayak gini. Di saat semua orang menghujatku karena ulahmu, tolong kamu temani aku. Bukan malah menghilang kayak gini.” Yuli menatap layar ponselnya. Dia berbicara kepada ponselnya seolah berbicara pada sang pacar.

Yang! Jangan jadi pengecut dong! Aku udah ngingetin ke kamu waktu itu, tapi kamu selalu menggampangkan. Nggak bakal hamil, katamu. Setelah kayak gini, gimana nasibku?

Pesan itu tidak berbalas juga.

Yang!!!!!

Yuli mengirim pesan berkali-kali ke pacarnya, tapi dia tidak juga mendapatkan balasan.

“Capek aku sama kamu, Yang.” Yuli menggerutu masih dengan menatap ruang obrolannya dengan sang pacar.

Akhirnya, karena dia sudah tidak tahan lagi. Yuli menelepon pacarnya. Berkali-kali telepon itu tidak diangkat. Namun demikian, Yuli tidak menyerah. Dia terus menghubungi sang pacar.

“Hallo, kirim pesan aja.” Terdengar suara berat dan pelan dari seberang sana.

“Dari tadi juga aku sudah ngirim pesan ke kamu, tapi kamunya aja yang nggak jawab. Aku kan-“

Lihat selengkapnya