Aku sudah sampai di parkiran mall kotaku. Aku pun mengirim pesan ke Kevin karena kami sudah janjian mau ketemuan di sini. Setelah mengabari bahwa aku sampai di parkiran, berselang satu menitan Kevin meneleponku.
“Hallo. Kamu di mana?” Tanyaku tanpa basa-basi.
“Hallo maaf ya, An. Aku nggak jadi bisa datang soalnya tiba-tiba mamaku minta anterin aku beli keperluan bulanan.”
“Ha? Kenapa nggak bilang dari tadi sih?” Aku mulai kesal. Kugenggam kunci motorku dengan erat untuk melampiaskan kekesalan.
“Maaf banget soalnya mamahku bilangnya mendadak juga.”
“Ya kan kamu udah janji sama aku. Yaudah deh terserah. Aku pulang aja kalau gitu.” Air mataku terus mendesak keluar, tapi aku sekuat tenaga menahannya. Aku tidak mau menangis di tempat umum seperti ini, bisa-bisa ada yang ngevideo dan menggunggahnya di media sosial lagi.
“Eh jangan pulang dulu dong nona manis.”
Aku tidak jadi menutup telepon karena mendengar permintaan Kevin, tapi rasanya ada yang aneh. Suaranya terdengar begitu jelas, tidak seperti di telepon.
“Coba tengok ke belakang.”
Aku pun menuruti perintahnya dan benar saja ada yang tidak beres. Sudah ada Kevin di sana. Dia membohongiku. Ternyata dia cuma ngejahilin aku. Sedari mengangkat telepon aku memang tidak lagi memperhatikan sekitar karena telanjur sakit hati.
Aku pun mematikan telepon.
“Ihhhh!!!” Aku mencubitnya. “Aku hampir nangis tahu, tapi kutahan-tahan.”
“Aduduh, sakit, sakit, hehehe. Ya maaf kan cuma bercanda.”
“Nggak lucu bercandanya.”
“Iya, soalnya yang lucu kan kamu.”
Aku pun tersipu, kekesalanku mereda. “Gombal ih. Ayuk masuk.”
Kami pun berjalan memasuki mall. Sambil bercengkerama dan bernostalgia saat Kevin pertama kali mengajakku pergi sekaligus menembakku di mall ini. Mall ini menjadi tempat bersejarah dan penuh kenangan bagi hubungan kami.
“Siapa ya yang hampir menabrak orang waktu di mall ini.” Aku mengejek Kevin.
“Ya habisnya aku grogi sih. Ngajak cewek main berduaan untuk pertama kalinya, hahaha....”
“Terus kamu nembak aku di situtuh pas mau pulang ya kan. Gara-gara hujan, kita nggak jadi pulang. Terus kamu manfaatin waktu berteduh itu buat nembak aku deh.”
“Habisnya momennya pas sih. Kamu juga waktu itu deket-deket aku. Kan aku semangit berani ngungkapin perasaan hehe.”
“Orang deket-deket karena kedinginan ye... kepedean deh si bapak.”
“Ya biarin, yang penting nyatanya diterima kan.”
“Soalnya kasian kalau ditolak. Udah hujan-hujan gitu, beberapa mata juga kayak curi-curi pandang. Telinga pada nyuri dengar pembicaraan kita ya kan.”
“Hahaha iya sih bener banget.”
Kami menuju ke supermarket. Aku mau beli beberapa jajan dan minuman. Sekalian juga, aku mau beli sabun mandi dan pasta gigi yang sudah mulai habis.
“Yang dulu kamu unggah saat wisuda itu siapa sih, yang? Waktu itu aku komen kamu nggak jawab dia siapa, malah jawabnya ada deh hmmm.”
“Oh itu Heri, sahabatku sejak kecil.”
“Sahabat apa sahabat?”