Pagi berikutnya Ronald kembali datang, kali ini bukan hanya roti bagel yang dia bawa, pria itu juga membawa surat kabar yang digulung dan diapitkan pada ketiaknya. Ronald terlihat sangat bersemangat hingga bel pintu berguncang dahsyat begitu dia menutup pintu. Setelah meletakan keranjang bagel di atas meja, pria itu segera menghampiri Nenek yang tengah menenun seuntai syal.
“Nek, lihatlah ini, lihat!” Ron menyodorkan surat kabar tepat di depan wajah Nenek.
“Yang benar saja, Ronald! Bagaimana aku bisa melihatnya kalau surat kabar itu menutupi wajahku?”
“Aku—sudahlah, biar aku bacakan untukmu.” Ron menarik kembali surat kabarnya dan mulai membaca. “Sekian lama mengidamkan anak perempuan, sang Ratu mengangkat seorang gadis cantik untuk menjadi anaknya.”
“Jadi?” Nenek akhirnya menghentikan kegiatan demi meladeni Ron.
“Kau tahu siapa gadis cantik yang dimaksud surat kabar ini, Nek?” Ron terlihat semakin bersemangat saat Nenek menggeleng takzim. “Gadis itu adalah Karen. Gelandangan yang sering terlihat berkeliaran di sekitaran pasar!”
Wanita tua itu menegakkan tubuh sampai benang pintalnya menggelinding. “Astaga, benarkah itu, Ron?”
“Benar, Nek, aku sendiri awalnya tidak percaya, tapi desas-desus para pengawal kerajaan membuatku yakin. Anak adopsi sang ratu memang Karen!”
“Tuhan Maha Pengasih,” tutur Nenek sambil menerawang langit-langit. Tampaknya wanita itu nyaris pingsan.
Ronald pun ikut menyangga tubuh pada sisi meja. “Sejak kecil hidupnya susah, sering aku ingin memberinya makanan secara cuma-cuma, tapi anak itu selalu menolak sebelum diberi pekerjaan. Keuletan dan ketulusan hatinya terbalaskan.”
Setelah berhasil menenangkan diri, Nenek bersandar kembali pada kursi goyang. Tangan keriputnya kembali sibuk merangkai benang dan jarum. “Sudah lama aku ingin mengadopsi anak itu, tapi dia masih punya ibu yang harus dijaga. Saat ibunya meninggal dia malah tidak pernah kelihatan. Aku sangat khawatir sesuatu yang buruk terjadi.” Wanita itu mendongak pada Ron. “Bagaimana sang Ratu bisa mengetahui keberadaan Karen? Dia bahkan tidak pernah keluar istana.”
“Tertulis di sini, Sang Ratu sedang mengontrol keadaan pasar, menggantikan pangeran yang tengah menghadiri pertemuan penting bersama kerajaan tetangga. Dia menggunakan kereta kuda biasa agar tidak mencolok, dari situlah Sang Ratu melihat Karen tengah menghantar peti ibunya. Sang Ratu terpesona pada kecantikan gadis muda itu dan segera menyuruh pengawal memanggilnya.” Ron membacakan isi surat kabar keras-keras.
“Tuhan memang ahlinya memutar balik kondisi manusia, Nak. Siapa sangka anak itu mendapatkan anugerah pada momen terkelamnya. Kemarin mungkin kau memberi dia sepotong roti, tapi besok-besok bisa saja dia membeli kedaimu berserta seluruh isinya.”
Ron mengangguk takzim. “Benar, Nek, urusan nasib memang hanya Tuhan yang bisa mengurus sepenuhnya.”
“Tapi, Ron ... Tuhan tidak terlalu ikut campur dalam urusan percintaan manusia.” Nenek tersenyum penuh arti pada Ron.
“Ah ....”
“Kapan kau menikah? Aku bahkan tidak pernah melihatmu melirik seorang gadis. Menurutmu mereka tidak cukup baik?”
Ron terkekeh gugup. “Haruskan kita membicarakan ini, Nek?”
Mereka meneruskan pembicaraan hangat tentang percintaan Ron, yang terlihat enggan membicarakan itu sama sekali. Wajahnya memerah bak udang rebus saat Nenek menyebut salah seorang gadis pengunjung setia kedai Ron.
Aku tidak mendengarkan lagi percakapan mereka setelahnya. Pikiranku dipenuhi berbagai prasangka pada Karen. Setelah anak itu menjadi putri angkat sang Ratu. Masihkah dia berminat membeli sepatu tua sepertiku?
Bukan berarti tidak percaya diri, aku tahu warna merah terang yang melapisiku cantik. Tali-temali tungkaiku membuat kaki siapa pun tampak manis. Namun, aku sadar zaman berubah. Masa jayaku adalah bersama Giselle, dekade demi dekade berlalu. Katakanlah aku sudah tua, kalau sepatu bisa tua. Ya, itulah yang kukhawatirkan.
***
Kalian pernah membaca dongeng Cinderella yang hidup bersama Ibu Tiri jahat? Atau mungkin kisah putih salju yang menjadi korban iri hati dari ratu kejam? Nyatanya, Karen mempunyai ibu tiri seorang Ratu. Namun, Tuhan berbaik hari pada gadis kecil itu, sebab Ratu yang mengadopsi Karen adalah wanita berjiwa paling bersih.
Ratu Clarion, terkenal akan kharisma sebagai pemimpin yang tertutup dan berwibawa. Semenjak kepergian Raja Thomas—suaminya—wajah tirus nan anggun itu teramat jarang menyunggingkan senyum sehingga otot-otot wajahnya kendur, bahkan tanpa pengaruh usia senja.