Halo, aku Juni. Aku seorang... ah, bukan. Seekor... ah, bukan. Sebuah... ah, ini lebih gak cocok. Sesosok... Nah, itu! aku sesosok hantu. Tepatnya hantu tertampan abad ini. Di dunia hantu pastinya.
Menjadi tampan di dunia hantu bukan sesuatu yang bisa aku banggakan, justru ini seperti kutukan si buruk rupa di dunia manusia.
Di dunia hantu itu... semakin jelek, semakin menyeramkan, maka semakin dianggap keren. Seperti si Paijo yang konon mati karena kepalanya kelindes truk. Berkat muka ancurnya itu dia jadi pujaan Mbak-mbak Kuntilanak.
Gara-gara si Paijo pernah bilang suka cewek kalem dan pinter nyanyi, Mbak-mbak Kuntilanak yang biasanya bangga dengan tawa mereka yang nyaring dan menyeramkan itu, kini lebih banyak tersenyum saja sambil sesekali bersenandung lagu lingsir wengi dan nina bobo yang saat ini viral di dunia hantu.
Gara-gara kehebohan itu, si paijo akhirnya dipindah tugaskan dari jalan lintas provinsi yang sejuk penuh pepohonan dan penuh kuntilanak tentunya. Ke fly over dalam kota. Semua itu semata karena muka jeleknya Paijo yang keren itu mengganggu kinerja para kuntilanak.
"Kau sudah menguasai cara menampakan diri ke manusia, Jun. Sudah bisa bertugas, kau." Kata Mang Ujang, hantu Sunda yang lebih suka berlogat Batak. Biar lebih ngasih kesan sangar, katanya.
"Sudah mulai tugas, Mang. Semalam kemarin."
"Wah, gak ngomong-ngomong, kau. Gimana? Seru, kan?" Tanya Mang Ujang, matanya yang merah menyala terlihat berkilat tanda penasaran sekaligus antusias.
"Gagal, Mang." Aku menundukkan kepala, frustasi.
"Gagal gimana? Kan sudah aku ajarkan kau gimana cara muncul tiba-tiba dan bikin manusia-manusia itu ketakutan sampai lari terbirit-birit."