Aku Juni, Aku Sesosok Hantu

Terajaana
Chapter #3

Bagian 3


Tidak ada yang lebih mengerikan dari pada hilangnya jiwa dan hati nurani. Jika aku di musnahkan, Mang Ujang bilang, jiwaku akan hilang. Aku akan berada di tempat yang gelap di entah berantah, sendirian, di keabadian tanpa arah dan tujuan. Mang Ujang juga bilang, setidaknya sebagai hantu kami masih memiliki tujuan dan harapan untuk suatu saat kami bisa menuju cahaya, menuju tempat dimana seharusnya kami berada.

Setiap ingat pembicaraan itu, aku bergidik. Membayangkan diriku sendiri di tempat gelap, abadi. Benar-benar sendiri, tanpa arah dan tujuan. Sepertinya tersesat jauh lebih baik dari pada tidak memiliki arah tujuan. Jika sedang seperti ini, sekedar melihat seekor semut lewat saja aku merasa tenang. Setidaknya aku tidak sendirian.

“Buru-buru sekali, kamu, semut. Mau kemana, sih?” tanyaku pada semut yang merayap cepat di dinding.

Hap! Tiba-tiba semut itu lenyap. Seekor cicak mengunyah pelan semut tadi, matanya puas menatapku. “Makan, Juni.” Katanya, berbasa-basi. “Mau tugas, ya?” tanyanya.

“Makan semut juga? Kukira makanan kamu nyamuk aja, Cak.” Ucapku kesal lalu masuk kedalam rumah manusia lewat jendela yang kebetulan belum mereka tutup padahal sudah lewat waktu magrib. Manusia-manusia seperti ini lumayan mempermudah kerjaan kami para hantu. Mang Ujang menyebutnya manusia tak percaya pamali.

Sejak bisa memindahkan benda, tugasku tidak pernah lagi gagal. Aku bisa mengganggu manusia solat hanya dengan melipat sedikit ujung sejadah mereka. Dengan begitu saja mereka sudah ketakutan bahkan lari tidak melanjutkan solatnya. Ternyata melihat manusia ketakutan selalu terlihat lucu dan menghibur.

Jendela yang aku masuki rupanya kamar seorang perempuan muda. Perempuan itu terlihat tekun membaca sebuah buku. Selalu menyenangkan mengganggu manusia yang tengah fokus seperti ini.

 Bergegas aku menggeser pulpen dan membiarkan pulpen itu jatuh dari atas meja. Perempuan itu melirik saja seraya menghela napas. Tanpa kaget sama sekali. Sepertinya perempuan ini bukan jenis manusia yang mudah takut.

Baiklah, gimana kalau aku jatuhkan ini? Aku menggeser sebuah buku tebal mungkin kisaran 700 halaman.  

Buk! Keras sekali suara buku itu mencium lantai. Lagi-lagi perempuan itu hanya melirik malas buku yang kini sudah tergeletak dilantai.

Lihat selengkapnya