BAB II
Kami yang mulai mengenal #4
“lohh, ada dong, pasti ada, banyak malah. Bunda kan orangnya humble, hahaha pasti bakalan akrab dan mudah berbaur apalagi sama ibu-ibu.” Begitu jelas bunda
“wahhh, berarti aku ini benar anak bunda yaa, hahaha. Aisyah juga gitu lo bun, Aisyah punya temen nih yang orangtuanya juga deket sama Aisyah. Rasanya kek Aisyah itu diperlakukan kayak anaknya”
“ihh gak boleh yaa. Kamu tetap anak bunda, bukan anak siapa-siapa.” Tegas bunda.
“hahaha enggak gitu bunda. Bunda tetep bundanya Aisyah, dan Aisyah tetap anak bunda. Jadi bunda gak perlu khawatir” jelasku padanya.
Haduhhh, bagaimana ini, bagaimana caranya agar aku bisa membuka suara untuk meminta ijin pergi ke rumah mami Sandra. Tapi, seperti yang ku lihat sekarang, bunda nampak sangat bahagia, yah, mungkin karena pekerjaan bunda. Apalagi yang buat bunda bahagia kecuali itu.
“bundaa, hari ini Aisyah boleh main?” kataku bergemetar.
“main kemana nak?” tanya bunda tanpa memalingkan mukanya dari hanpdhone genggamnya.
“Aisyah mau ke rumah temen bun, boleh?”
“siapa nama temanmu?”
“Petra” begitu lirih suaraku saat menyebut nama Petra.
“Petra? Cowok? Ngapain malem-malem kesana?”
“Jadi gini bun, ibu nya Petra ulang tahun, dan aku diundang kesana, boleh ya bun, Aisyah nggak macem-macem kok” begitu pintaku.
“boleh, asal....” jawab bunda menggantung.
“asal apa bunda?”
“diantar sama kak Rizki”