“Prams meninggal” Aku mendapat pesan dari ega (saudara mas prams).
Gelegaarr!!
Saat itu aku laksana mendengar suara petir menyambar tepat di telingaku. Rasanya sangat memekakkan sehingga membuat tubuh ini limbung seketika. Tubuhku terkulai lemas, tanganku bergetar hebat, jantungku berdegup kencang, nafasku pun seakan tercekat di rongga tenggorokan membuat dada ini benar-benar sesak. Gelombang air mata mengalir deras bersama aliran darahku yang kian mendidih. Sekujur tubuhku terasa panas, tulang belulangku seakan remuk. Aku tidak mampu berdiri dengan benar. Perut yang semula terasa lapar, tenggorokan yang semula terasa kering sontak terabaikan begitu saja. Gemah suara adzan maghrib yang selalu di nanti di penghujung puasa seakan menjelma suara tawa dari sang takdir. Takdir seakan mentertawakan kepedihanku.
Dengan tangan bergetar hebat aku mulai mengirim rentetan pesan ke whatsapp mas prams.
"Mas.. Masih meeting? Kamu baik-baik aja kan?” Tanyaku seakan menepis kabar yang baru saja aku terima.
Kemudian aku mengirim satu pesan lagi. Ah tidak! Bahkan sudah cukup panjang rentetan pesan yang aku kirim ke whatsapp mas prams. Aku mulai kalap nyaris seperti orang gila mengiba seorang diri berharap keajaiban lantas datang bersama balasan pesan dari mas prams. Namun, tetap saja tidak ada tanda-tanda bahwa mas prams akan membalasnya. Whatsappnya masih saja offline sama seperti tadi pagi.
“Ayo bangun!!”
Jika saja sebuah ketikan bisa bersuara mungkin teriakanku saat itu akan bergemah pilu di antara kumandang suara adzan maghrib.
Dengan langkah sempoyongan aku mulai bergegas mengambil air wudhu’ ada banyak permohonan yang ingin aku sampaikan langsung kepada Sang Pencipta. Dalam sujudku kali ini aku benar-benar ingin memaksa Tuhan agar menghidupkan kembali mas prams, meski aku paham betul mati pun telah menjadi ketetapanNya.
Setelah selesai sholat aku kembali membuka layar ponselku, dan ternyata sudah banyak pesan masuk salah satunya dari mas cecep salah seorang teman dekat mas prams di sana. Saat itu mas cecep juga sedang berada di rumah sakit ikut menunggu hasil identifikasi jenazah mas prams karena penyebab kematian mas prams saat itu masih menjadi tanda tanya kabarnya mas prams ditemukan tergeletak begitu saja di kamar mandi dalam keadaan sudah tak bernyawa.
Mataku terbelalak membuka beberapa video jenazah mas prams yang baru saja di kirim mas cecep. Dengan tangan bergetar aku segera menekan tombol pause aku bahkan tidak sanggup memutar video itu sampai tuntas. Rasanya sangat menyakitkan tepat di dadaku seperti ada pukulan keras yang tak henti menghantam. Alam semesta seperti sedang mengguncang tubuhku hingga membuat kaki ini seakan tak lagi mampu menapak di atas bumi. Tubuhku terasa melayang bersama mimpi-mimpi yang telah buyar seketika. Demi Tuhan saat itu aku ingin meronta, menangis menumpahkan segala kepedihanku di hadapan mas prams. Ingin ku dekap tubuh yang telah terbujur kaku itu meski hanya untuk yang terakhir kalinya.
Namun, aku bisa apa?