Seketika ingatanku kembali ke masa silam. Masa di mana mas prams pertama kali menjabat tanganku.
"Prams" Ucapnya dengan tangan terasa dingin.
"Cherry" Aku menyambut uluran tangannya dengan tenang.
Lucu, kala itu kami kembali memperkenalkan diri. Padahal sudah saling kenal meskipun baru bisa bertemu secara langsung. Masih ku ingat kegugupan mas prams saat itu. Ia yang biasa menggodaku dengan konyolnya di ruang chat mendadak bungkam. Kacamata hitam yang membingkai matanya sengaja tidak ia lepas seperti sengaja untuk menutupi kegugupannya.
"Apa kamu juling?" Ejekku di tengah kegugupannya.
Mas prams yang sadar dengan sindiranku langsung melepas kacamatanya dengan memasang wajah cengengesan.
"Silau" Ucapnya.
"Perasaan hari ini mendung" Tentu saja aku yang melihat cuaca mendung hari itu langsung memprotesnya. Dan mas prams pun hanya tertawa kecil.
Saat itu kami bertemu di sebuah mall, kebetulan mas prams yang datang lebih dulu telah memesan tempat makan di area bebas rokok. Katanya tempat-tempat terbuka seperti itu selain bisa merokok pemandangannya juga sangat indah.
"Ternyata kamu mirip afgan" Aku sengaja menggoda mas prams ketika ia mengganti kacamata hitamnya dengan kacamata minus yang memang selalu terbingkai di matanya.
"Oh ya?" Mas prams langsung menarik pipinya dengan senyum yang di paksakan untuk memperlihatkan lesung pipinya yang tidak dalam.
"Maksudku kacamatanya yang mirip afgan" Dengusku seakan tidak terima. Mas prams pun lagi-lagi hanya tertawa sesekali balas menggodaku.
Seperti itulah pertemuan pertama kami tidak ada obrolan penting. Dan sejak pertemuan hari itu pun mas prams yang semula tidak mempunyai keberanian untuk menyapaku mulai sedikit memberanikan diri. Ia mulai menepis ketakutannya tentang bagaimana jika aku tidak membalasnya? Karena satu hal yang mulai ia sadari. Menyapaku adalah keharusan ketika rindu tak lagi bisa ia tahan. Konyol memang, tatkala rindu tumbuh kian menggila untuk orang yang bahkan baru sekali ia tatap wajahnya. Sebelumnya kami hanya saling berbicara melalui dering-dering ponsel. Maklum kami saling kenal berkat seorang teman, kemudian kami saling bertukar pin bbm. Terlebih lagi memang kami tinggal di pulau yang berbeda. Mas prams tinggal di pulau jawa, sementara aku di pulau sumatera.
Di pertemuan selanjutnya mas prams pernah bertanya apakah aku percaya adanya cinta pada pandangan pertama? Aku langsung mengatakan tidak. Karena bagiku pada pandangan pertama seseorang bisa saja kagum tetapi tidak akan pernah bisa langsung jatuh cinta. Cinta menurutku sesuatu yang sangat dalam seseorang harus menyelam terlebih dahulu untuk benar-benar bisa masuk ke dalamnya.
"Bukankah orang bisa saja jatuh cinta karena rasa kagum?" Mas prams kembali bertanya.
"Lantas, apa yang mas kagumi dariku?" Melihat raut wajahnya sepertinya pertanyaanku membuat mas prams berpikir tentang bagaimana bisa aku seakan menembaknya dengan sangat tepat? Padahal ia tidak mengatakan dengan jelas bahwa ia sedang berbicara tentang dirinya sendiri.
"Sebelum mengenalmu aku mengagumi tulisanmu, setelah mengenalmu aku mengagumi kepribadianmu, lalu... " Mas prams tidak melanjutkan ucapannya.
"Lalu..?" Aku meminta mas prams untuk melanjutkan ucapannya yang terputus.
"Lalu, aku mengagumi wajahmu" Mas prams melanjutkan ucapannya seperti sengaja ingin menggodaku.
"Gombalan lawas" Aku mendelikkan mata ke arah mas prams.
Melihat aku mulai sewot seperti itu tiba-tiba mas prams mengacak rambutku yang memang biasa terurai bebas. Menurutnya saat-saat seperti itu aku terlihat menggemaskan.
"Awas ya jangan menyentuhku" Aku sedikit mengancam sembari merapikan rambutku yang tidak kusut.
"Kenapa? Bukan muhrim?" Mas prams tertawa seperti sedang mengolokku.