Hingar bingar suara ribuan mahasiswa memenuhi seantero gedung menandakan bahwa acara wisuda telah selesai. Para mahasiswa mulai keluar gedung dengan langkah berdesakkan. Aku berjalan gontai di sambut penuh rasa bangga oleh keluarga dan para sahabat. Ucapan selamat pun berdatangan bersama bucket bunga, boneka, dan souvenir wisuda lainnya. Aku seharusnya bahagia. Tapi, saat itu yang ada dalam pikiranku hanya ingin segera tiba di rumah memejamkan mata yang sedari tadi terasa kunang-kunang.
"Kita ke studio mana?" Teman-temanku mulai berdiskusi mencari studio pemotretan.
Meski tubuhku benar-benar terasa lemas, dan kepala seperti di hantam palu. Aku dan keluargaku tetap melajukkan mobil ke arah studio yang sudah di pilih oleh teman-temanku untuk mengabadikan momen wisuda kami.
Dreett..dreet..
Setibanya di studio ponselku bergetar, aku mendapat pesan dari mas prams.
"Sudah selesai acara wisudanya? Maaf tadi aku sedikit sibuk" Aku hanya berdecak membaca pesan dari mas prams yang masih berlagak baik-baik saja.
"Mas, udah makan?" Tanyaku tidak seperti biasanyanya.
"Tumben perhatian" Mas prams seperti menggodaku.
"Cuma basa-basi" Aku mengelak karena tidak ingin mas prams kegeeran.
"Apapun itu yang pasti ini sangat langkah. Jadi, aku merasa beruntung bisa mendapat perhatian darimu meski hanya basa-basi" Balasnya membuatku menyesal telah memberinya sedikit perhatian.
Sepanjang perbincangan mas prams sedikit pun tidak membahas tentang keadaannya. Pun aku mengikuti apa yang sedang ia lakukan. Jika mas prams menutupi keadaannya yang sebenarnya, aku pun pura-pura tidak tau dengan keadaannya yang sebenarnya. Padahal aku sangat ingin bertanya bagaimana keadaannya? Namun, pertanyaan itu seakan tersingkir oleh rasa gengsiku yang terlalu tinggi.
"Bagaimana keadaanmu? Masih sakit?" Lagi-lagi malah mas prams yang bertanya tentang keadaanku.
"Masih" Aku sengaja menjawab apa adanya seperti ingin tau kekhawatiran mas prams lebih dari itu.
"Sabar ya nanti setelah selesai semua acaranya langsung istirahat. Demi Tuhan jika saat ini aku bisa meminta sesuatu yang akan di kabulkan olehNya. Aku hanya ingin meminta sakit yang Tuhan kasih ke kamu saat ini pindah ke aku saja" Balasnya terasa begitu lembut. Aku menyunggingkan senyum saat itu tiba-tiba seperti ada desir angin yang menyentuh ulu hatiku. Rasanya cukup menyejukkan.
"Ayo giliran kalian" Suara salah seorang karyawan studio membuyarkan senyumku. Aku kembali memasukkan ponsel ke dalam tas karena pengambilan poto bersama keluarga dan teman-temanku akan segera di mulai. Seperti biasa ketika sibuk aku tidak pernah memberitahu mas prams. Lagi-lagi aku menghilang begitu saja membiarkan mas prams menungguku di ruang chat.
Bahkan setibanya di rumah aku lupa membalas pesan mas prams karena aku fokus dengan keadaan demamku yang kian membuat kepalaku nyut-nyutan. Setelah mandi dan minum obat aku langsung tertidur pulas hingga pukul 12 malam aku terbangun karena suhu tubuhku semakin panas. Aku meringkuk di balik selimut tebal dengan air mata sedikit mengalir dari ujung mataku.