"Mana ponselku?" Mas prams seperti sedang ngigau begitu membuka mata langsung mencari ponselnya. Bahkan ia tidak menyadari kahadiranku di sana, padahal kacamata minus yang sedari tadi terletak di atas meja telah terbingkai di matanya.
"Bodoh! Kenapa baru bangun" Ia seperti menggerutu pada dirinya sendiri ketika menyadari jam telah menunjukkan pukul dua siang. Entah apa yang membuatnya segusar itu? Tiba-tiba saja ia merajuk seperti anak kecil kehilangan mainan. Lihat bagaimana ia meminta ega untuk segera mengurus biaya administrasi rumah sakit, ia memutuskan untuk pulang hari ini. Sepertinya ia benar-benar dongkol karena di rumah sakit hanya menghabiskan waktu untuk tidur. Namun, wajah kesalnya seketika berubah saat melihat ega duduk berjejer di antara aku dan reza.
"Ee.. A..eng.. " Hanya itu suara yang keluar dari mulutnya, ia mendadak gagu.
Tentu saja ega dan reza yang sejak tadi memintaku untuk diam akhirnya tak lagi bisa menahan tawa melihat wajah dongonya.
Aku yang biasanya terlihat tidak peduli mulai beranjak ke arah ranjang mas prams.
"Kenapa tidak memberitahuku tentang keadaanmu? Huh?" Protesku.
Mas prams hanya cengengesan sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Tentu saja kelakuannya itu membuatku kini menatapnya dengan tatapan jengkel. Jika saja mas prams tidak sedang sakit mungkin aku sudah memukul kepalanya saat ini. Bagaimana bisa ia menyembunyikan keadaannya dariku? Mungkin aku memang acuh tapi aku tidak akan pernah bisa abai dengan keadaan orang yang selalu menganggap penting segala tentangku.
"Sejak kapan ada di sini?" Mas prams balik bertanya, ia terlihat tidak berani menatap mataku sesekali tangannya mengusap tengkuknya seakan aku ini hantu di siang bolong.
Aku sengaja tidak menjawab pertanyaan mas prams, yang aku lakukan hanya diam menatap wajahnya yang kikuk.
"Bagaimana keadaan proyek?" Karena aku tidak menjawab pertanyaannya, mas prams terlihat kelabakan mengalihkan pandangannya ke arah reza dan ega yang sejak tadi hanya diam duduk memperhatikan kami. Aku tau mereka sengaja melakukan itu, hanya karena ingin melihat wibawa mas prams yang hilang ketika berhadapan denganku. Melihat mas prams salah tingkah seperti itu entah rasanya menyenangkan seperti peranku lebih berani dalam kisah ini.
"Aman boss" Reza mengacungkan jempolnya ke arah mas prams. Padahal tujuannya menemui mas prams ingin menyampaikan beberapa masalah penting tentang pekerjaan mereka. Ia seperti sengaja tidak ingin merusak suasana dengan membahas masalah pekerjaan yang mungkin akan membuat pikiran mas prams kacau.
Aku mulai duduk sembari mengupas jeruk yang baru saja aku ambil dari atas meja. Aku memang bukan sosok gadis romantis, tentu saja kupasan jeruk itu bukan untuk mas prams melainkan untuk ku nikmati sendiri.