Rindu Di Ujung Senja

Mariam B Cherry
Chapter #14

Flashback

Kegaduhan yang menyita perhatian orang-orang di rumah sakit mulai mereda kala dua orang satpam berhasil menyeret lelaki itu entah ke mana. Reza yang sedari tadi berusaha melindungiku tentu saja terseok dengan wajah yang sudah babak belur. Aku membantu ega memapah reza untuk duduk di kursi tunggu rumah sakit, sementara ibu sepertinya mulai berbincang serius dengan dr. Hardi. Aku tidak tau apa yang sedang mereka bicarakan yang pasti setelah itu ibu terlihat sibuk keluar masuk ruang inap mas prams.

"Neng, mpret harus di bawa ke singapore malam ini" Ucapnya sembari mengelap cairan yang keluar dari hidungnya.

"Wuih prams gaya euy lagi sakit bisa liburan ke luar negeri" Si jalang satu ini memang bangsat celotehannya seperti tidak bisa melihat kesedihan di garis wajah ibu.

"Kenapa tiba-tiba, bu?" Aku memotong celotehan tak berguna ega.

"Mpret kritis. Sejak tadi mpret kejang-kejang, Kemungkinan mpret akan di operasi lagi guna memperbaiki bagian bekas operasi di jantungnya yang buyar akibat tekanan otot jantung yang berlebihan. dr. Hardi sudah mengurus surat rujukan ke singapore" Tiba-tiba tulangku terasa ngilu mendengar mas prams yang baru saja selesai operasi harus di operasi lagi. Entah akan seperti apa rasanya, membayangkannya saja rasanya dada ini seperti ikut tersayat.

"Bu, sudah siap?" Tepat pukul setengah 12 malam dr. Hardi menghampiri ibu sepertinya ia telah selesai mengurus berkas-berkas untuk keberangkatan mereka. Ibu hanya menganggukkan kepala lesu seperti mulai pasrah. 

Duk.. Duk.. Duk..

Suara langkah beberapa dokter tergesa-gesa membawa mas prams keluar dari ruang ICU.

Apa kamu baik-baik saja? Sebuah pertanyaan yang ingin sekali aku lontarkan pada tubuh yang sedang terbaring melewatiku itu. Barangkali tubuh itu akan menjawab pertanyaanku dengan benar. Aku terlalu sering mendengar mulut manis mas prams berkata aku baik-baik saja. Namun, lihat sekarang? Ia melewatiku dengan keadaan yang kian lemah. Bahkan untuk sekedar pamit saja tak lagi mampu.

"Neng, jangan pernah berhenti doain mpret ya" Setibanya di teras rumah sakit ibu mengelus kepalaku sebagai tanda berpamitan.

Lihat selengkapnya