Satu hari berlalu..
Dua hari berlalu..
Tiga hari berlalu..
Ah bahkan sudah satu minggu berlalu aku masih tidak membalas rentetan pesan yang di kirim mas prams yang mungkin jika di tulis di atas buku pesan-pesan itu telah menghabiskan beberapa lembar halaman. Tapi, ada yang berbeda hari ini, mas prams bahkan tidak mengirim satu pesan pun padaku. Jujur saja, sebenarnya aku mulai penasaran ada apa dengannya? Rasanya aku ingin membalas pesannya sekarang, tapi egoku masih terlalu tinggi. Lagi-lagi aku memilih untuk bersikap acuh, aku seakan ingin mengukur sebatas mana kekuatan mas prams tanpa seorang aku. Iya aku sadar betul bagaimana aku yang terkadang semena-mena karena merasa di cintai segila itu. Keras kepalaku kian membatu tatkala kepercayaan diri ini masih di atas angkuh. Mas prams tidak akan pernah bisa tanpa seorang aku. Iya seperti itu keyakinanku.
"Apakah anda sudah merasa puas wahai wanita laknat?" Tiba-tiba ega mengirim poto mas prams yang sedang terlelap dengan alat bantu pernapasan yang menempel di hidungnya.
"Maksudnya?" Aku masih bersikap angkuh pura-pura tidak begitu peduli melihat mas prams terbaring di rumah sakit dengan bekas luka sayatan yang masih terlihat basah di sekitar dadanya.
"Teruslah bersikap angkuh sampai Tuhan benar-benar mencabut nyawa sepupuku yang malang ini"
Ingin rasanya aku tutup mulut sampah ega dengan kepalan tinjuku, bagaimana bisa ia mengucapkan kata-kata buruk kepada orang yang selalu aku jaga melalui doa-doaku.
"Aku tau kalian sedang bertengkar. Tapi, apakah harus menyiksanya seperti ini? Mengabaikannya berhari-hari seakan dia telah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Kamu tidak tau kan bagaimana gilanya dia selama beberapa hari ini? Dia nyaris seperti orang gila terkadang bicara sendiri dengan ponselnya berulang-ulang mengatakan kata maaf. Setiap kali ada yang bertanya kenapa? Dia hanya menjawab kalau ia sedang merasa ketakutan. Ia takut kamu tidak akan pernah memaafkannya lagi. Ketika aku bertanya apa sih masalah kalian? Prams hanya menjawab jika ia telah melakukan kesalahan sehingga membuatmu marah. Ia menegaskan ini salahnya. Hanya itu jawabannya. Dia tidak pernah sedikit pun menyalahkanmu atau sekedar meminta pendapat kamu atau dia yang bersalah dalam hal ini" Karena aku tak lagi membalas pesannya akhirnya ega mengirim pesan panjang yang membuat hatiku yang semula membantu perlahan mencair. Entah kenapa pesan ega terasa seperti memukulku, aku merasa sakit membacanya.