Sejak ada masalah hutang ayahnya, mas prams lebih sering menghabiskan waktu di luar sibuk bertemu beberapa orang untuk menawarkan usahanya. Jika bukan demi ibu aku sudah pasti akan memintanya duduk santai di rumah saja sembari menikmati masa pemulihannya dari pada harus memikirkan cara untuk melunasi hutang orang yang nyaris menghabisi nyawanya waktu itu. Toh sang empuhnya hutang saja masih sibuk menghamburkan uang di atas meja judi atau bahkan memberikannya kepada wanita-wanita jalang di luar sana.
Ah sial!
Aku tak bisa berhenti mengumpat.
Mas prams seperti sedang terkunci.
Mengabaikan masalah ayahnya berarti ia membiarkan ibu dan teteh kehilangan rumahnya. Melunasi hutang ayahnya pun tidak akan membuatnya terlihat baik di mata ayahnya. Lihat bagaimana ayahnya masih bersikap seenaknya pulang ke rumah hanya untuk membegal uang ibu kemudian menghilang lagi untuk waktu yang tidak bisa di tentukan. Masih seperti itu.
Kenapa ibu tidak meminta cerai saja?
Sebuah pertanyaan yang kerap aku lontarkan dengan geram.
Sebenarnya sejak dulu ibu sering meminta cerai. Tetapi, pria bajingan itu selalu menolaknya dengan alasan yang tidak jelas. Ia seperti parasit tak berguna menolak perpisahan yang sudah pasti hanya karena tidak ingin kehilangan tambang emasnya. Karena nyatanya selama ini ia hanya bergantung hidup di atas pundak ibu.