Aku, Kau, Dia dan Cinta

Anggun Kartika
Chapter #2

2 - High Quality Jomblo

Terdengar suara ketukan tuts keyboard laptop yang berirama sangat cepat menyaingi suara musik yang sedang diputar di dalam sebuah cafe. Pemilik laptop berwarna silver dengan logo buah apel yang tergigit itu adalah Nadia, wanita karir super sibuk berusia 28 tahun. Wajah ovalnya yang cantik dan mulus, berkulit kuning langsat khas Indonesia dengan rambut terurai panjang sepunggung agak bergelombang dibagian bawahnya dan poni yang menutupi dahinya ditambah postur tubuh langsing berisi serta tinggi 165 cm, membuat seluruh mata lelaki yang berkunjung ke café tersebut memandang kagum dan memuja padanya. Namun ia tidak memperdulikan pandangan-pandangan itu menunjukkan bahwa saat ini ia sedang dikejar deadline untuk laporan yang harus segera diselesaikan dan dilaporkan kepada jajaran Direksi kantornya. Sesekali dahinya berkerut seolah sedang bergelut keras ingin menyelesaikan tugasnya secepat mungkin.

"Mbak Nadia, ini Coffee Latte Ice yang Mbak Nadia pesan sudah datang," Damar, lelaki baby face salah satu bawahan kepercayaan Nadia menghampiri dan menyerahkan gelas minuman pesanannya.

"Terima kasih Damar," Ujar Nadia pendek sambil menerima minuman pesanannya tanpa menoleh pada bawahannya dan terus sibuk dengan laptop miliknya.

"Dan ini Cappuccino Ice untuk Riana..."

"Thanks ya Mar...," Sahut Riana dengan ceria. Seorang gadis manis nan imut seperti boneka dengan rambut coklat ikal sebahu dan dress model lolita berwarna biru tua dengan renda-renda putih dipinggirannya, membuatnya tampak tidak sesuai dengan usianya yang telah menginjak 24 tahun.

"Ngomong-ngomong Mbak, kita tidak apa-apa nih berlama-lama di cafe ini hanya untuk kerja?" Riana bertanya agak ragu-ragu. Ia terkejut dengan keputusan Manajer antiknya itu untuk mengerjakan Laporan Keuangan Perusahaan di sebuah cafe. Biasanya, ia, Damar dan atasannya itu mengerjakan tugas tersebut di kantor selama berhari-hari hingga larut malam dan menginap. Mereka hanya bertemankan Game Console, Smart TV dam cemilan-cemilan tidak sehat untuk menemani mereka melewati hari-hari seperti di neraka ketika menjelang pelaporan semesteran kepada Direksi perusahaan tempat mereka bekerja saat ini.

"Tenang saja, aku sudah booking ke pemilik cafe ini agar kita bertiga mendapatkan izin khusus berlama-lama di tempat ini," Nadia berkata dengan tatapan tetap fokus dengan laptop yang ada di hadapannya. Kecepatan tangannya semakin tinggi menandakan ia sangat berkonsentrasi dengan apa yang dikerjakannya. "Bosan saja mengerjakan laporan seperti ini di kantor. Mau cari suasana baru."

"Tapi cafe-nya bagus ya Ri, suasananya kayak tempo dulu! Makanannya juga enak-enak, terutama Chocolate Chiffon Cake, kroket, risol, lumpia goreng, Bitterbalen, Poffertjes, Vruchten Caramel Pudding, Rhum Shoes, dan masih banyak lagi deh! Unik, serasa hidup di jaman penjajahan Belanda!" Ujar Damar terkagum-kagum dengan suasana cafe tersebut. "Aku baru tahu lho kalau di kota ini ada café seperti ini..."

"Wajar saja kalian tidak tahu, tempat ini diperuntukan untuk orang-orang yang hobi mengingat masa lalu," Ujar Nadia dan lagi-lagi dengan pengucapan yang singkat, jelas dan padat.

"Maksudnya?" Damar dan Riana bertanya dengan kompak.

"Sudahlah nggak perlu dibahas, cepat lanjutkan dan selesaikan pekerjaan kalian! Kalian tidak mau kan hari minggu besok nggak bisa libur dan aku harus mendengar curhatan protes dari pasangan kalian masing-masing karena jadwal kencan kalian berdua terganggu?"

"Siap Bos!" Damar dan Riana bergaya menghormat ala prajurit dengan tangan kanan ditempelkan ke dahi mereka masing-masing seolah menghormat bendera sang Saka Merah Putih pada saat upacara sekolah atau kantor.

Lihat selengkapnya