Tiap orang dapat berkata-kata. Pada hakikatnya, berbicara memang merupakan satu karunia yang diberikan Sang Pencipta kepada manusia. Dari sejak kecil, kalau tak ada aral, tiap orang bebas berceloteh apapun yang dia kehendaki.
Apapun?
Well, terkadang tak setiap hal bisa kita utarakan langsung. Ada beberapa hal yang sulit kita sampaikan. Beberapa hal itulah yang perlu pemicu untuk melepaskannya. Ada yang bisa lepas setelah harus menghabiskan satu Corona terlebih dahulu. Ada yang bisa melampiaskannya lewat amarah. Ada pula tipe orang yang hanya bisa leluasa berbicara lewat tulisan.
Mungkin Samuel ini tipe orang yang seperti itu. Ada alasan tersendiri mengapa Samuel hanya bisa berbicara lewat tulisan. Sebab ia gagap. Ia sendiri heran mengapa Tuhan memberikannya penyakit gagap ini. Penyakit ini sungguh merepotkannya saat harus berinteraksi dengan orang lain. Ia selalu merasa tak enak sendiri sewaktu menyaksikan lawan bicaranya begitu geregetan dan harus bersabar diri untuk membuatnya menyelesaikan satu kalimat saja.
Si Gagap itu kini tengah berada di sebuah foodcourt. Sesekali diliriknyalah ponsel tersebut. Sudah dua jam terlewati. Mungkin ia harus pulang. Mungkin gadis itu hanya menganggap pesan itu pepesan kosong. Mungkin pesannya itu tak terlalu jelas. Walhasil si gadis tersebut menganggap dirinya sedang iseng tak keruan yang tak perlu ditanggapi dengan serius sekali.
Ia melirik ponsel itu sekali lagi. Tangannya gesit membuka salah satu folder. Folder foto tentunya--yang mana ia terpana ke salah satu foto. Foto si gadis tersebut, tentu saja. Foto tersebut ia ambil saat masa perkenalan murid baru.
Ah...
Samuel sangat menikmati menekuri wajah si gadis. Walau dandanannya itu harus dibuat aneh-aneh (mengikuti kemauan para tutor yang seringkali menyebalkan), si gadis--di matanya--selalu terlihat jelita. Ia sangat suka dengan sorot mata si gadis. Indah nian! Tak ada mata gadis manapun yang seindah gadis tersebut.
Saat tengah menunggu, salah seorang teman menghampiri. Teman sekelasnya.