Setelah kejadian seperti masa lalunya terulang kembali, Aira memutuskan untuk benar-benar menjauh dari lingkaran itu. Kini saatnya ia menaati ajaran dalam agamanya, Aira memantapkan hatinya untuk berhijrah. Sebenarnya Aira sudah berniat hijrah sejak lama, tapi masih berat untuk ia lakukan. Menurutnya saat itu, dunia lah yang paling penting tapi sekarang tidak. Ia sadar, jika mengikuti dunia takkan ada habisnya. Kini yang ia cari adalah kedamaian untuk hidupnya, apa tujuannya berada di dunia ini? Bukankah untuk mematuhi perintah Allah SWT? Dan itulah yang Aira lakukan saat ini, ia sedang mencari kedamaian untuk dirinya. Ia sadar dunia ini hanyalah persinggahan dan akhirat lah tempat yang sebenarnya ia diami kelak. Akhiratlah tempat yang kekal, jika ia mengejar dunia maka hanya dunia yang akan ia dapat. Jika ia mengejar akhirat maka ia juga mendapat dunia.
Awalnya bagi Aira, hijrah adalah hal yang sulit. Tapi sekarang ia merubah pola pikirnya, tak ada yang sulit jika kita bersungguh-sungguh melakukannya, selagi ada niat dan berusaha semua akan mudah. Namun, Aira tak bisa langsung hijrah sepenuhnya. Ia belajar pelan-pelan, dengan menggunakan hijab yang lebih panjang dari biasa yang ia gunakan, pakaian yang lebih longgar dan tertutup. Semua perlu proses, dan beginilah proses Aira menjadi lebih baik. Bukan tidak ingin menggunakan pakaian syar’i tapi Aira memilih untuk melakukannya pelan-pelan dan menikmati prosesnya.
Sudah sebulan ini, Aira rutin mengikuti pengajian dan beberapa kegiatan keagamaan lainnya. Banyak ilmu dan pelajaran yang ia dapatkan di setiap kegiatan yang ia datangi. Hari ini di salah satu mesjid, Aira dengan khusyuk mendengarkan ceramah. Ceramah itu membahas mengenai aurat.
"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 59)
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung."
(QS. An-Nur 24: Ayat 31)
Dengan begitu rinci ustadz itu membacakan dan menjelaskan firman Allah SWT. Perlahan air mata Aira menetes, hatinya begitu sakit dan sesak. Betapa fatalnya kesalahannya selama ini dengan tidak menutup aurat dengan baik dan benar.
“Seharusnya dulu aku tak menunda niat baikku untuk berhijrah, banyak orang yang bukan mahramku sudah melihat auratku, aku mempertontonkan auratku yang sebenarnya aku sendiri tahu bahwa itu salah. Aku sangat menyesal, maafkan hambamu ini ya Allah.” Batin Aira.
Seandainya ia tak kalap pada dunia, mungkin saat niat itu muncul Aira akan lebih awal berhijrah. Jika saja waktu bisa terulang kembali, ia takkan mempertontonkan auratnya pada orang lain di luar sana yang bukan mahramnya. Tapi sudah terlambat, memang benar tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri dan sekarang tugas Aira adalah menaati ajaran dalam agamanya.
🕌🕌🕌
Aira membuka lemari pakaiannya, melihat semua sudut lemari itu. Tangan indahnya mulai mengeluarkan pakaian-pakaian yang kurang pantas untuknya karena ia tak ingin menggunakan pakaian lamanya. Ia ingin merubah penampilannya lebih syar’i, Aira mengeluarkan pakaiannya satu per satu.
Sekarang semua pakaian Aira sudah tertata rapi di box pakaian, ia berniat menyumbangkan pakaiannya ke orang yang lebih membutuhkan. Pakaian itu masih bagus dan layak pakai ukurannya pun cukup besar, dan tidak memperlihatkan lekuk tubuh.
Aira memasukkan dan merapikan pakaian muslimnya satu per satu ke dalam lemari pakaian.
Aira duduk di atas tempat tidurnya sambil menatap box pakaian yang berada di hadapannya.
“Semoga bermanfaat untuk orang lain.” ucap Aira, lalu tersenyum.
Aira sudah memberikan seluruh pakaian lamanya kepada orang yang membutuhkan. Kini ia sedang membeli beberapa pakaian muslim di salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya. Pakaian muslim Aira memang tak banyak, mangkanya ia harus membeli beberapa lagi. Aira memilih-milih pakaian yang tergantung rapi di etalase toko dan melihat pakaian yang terpasang di manekin.
“Pakaian yang indah.” ucap Aira sambil menyentuh pakaian yang ada di hadapannya.
Aira kembali memilih, mana pakaian yang terlihat bagus untuk ia kenakan.
Aira memperlihatkan pakaian yang ia pilih pada sahabatnya. Ya, Aira pergi di temani sahabat karibnya Risya.
“Bagaimana dengan pakaian ini? Apakah terlihat bagus untukku sya?” tanya Aira.
“Bagus, bukankah kau menyukai warna monokrom dan pastel? Ini sangat cocok untukmu.” ucap Risya.
Aira sangat suka warna yang sedikit gelap dan pastel, menurutnya warna seperti itu kalem dan cocok untuknya. Ada lima pakaian muslim yang Aira beli. Setelah membayar belanjaannya, mereka pergi ke salah satu restoran di pusat perbelanjaan itu. Mereka lapar dan perlu asupan untuk mengisi tenaga.
Selesai makan siang, Risya mengajak Aira untuk berkunjung kerumahnya dan Aira setuju karena ia sudah lama tidak kerumah sahabat karibnya itu. Kini mereka sudah sampai ditempat tujuan, yaitu kediaman Risya. Pagar kokoh yang tinggi itu terbuka lebar menyambut kkedatangan mereka. Aira memarkirkan mobilnya, kini Aira sudah berusia 20 tahun jadi sudah cukup umur untuk Aira memiliki SIM.